REPUBLIKA.CO.ID, Mata perempuan paruh baya itu masih saja berkaca-kaca. Tetes air mata haru tak juga berhenti dari dua kelopak matanya. Jamaliah, nama perempuan tersebut, masih mengucap syukur usai bertemu kembali dengan putrinya yang sudah terpisah 10 tahun lalu akibat tsunami Aceh.
"Allah telah memberi kami keajaiban,"ujar Jamaliah, seperti dikutip dari onislam, Jumat (9/8). "Saat saya bertemu dia, jantungku berdetak kencang," tambahnya.
Seperti puluhan ribu keluarga di Aceh lainnya, Jamaliah menjadi korban tsunami yang terjadi pada 2004. Perempuan berusia 42 tahun itu masih bisa selamat bersama suaminya, Septi Rangkuti, juga kedua putri bungsu mereka. Di tengah gulungan air, keluarga itu menyelamatkan diri dengan hanya menggunakan papan kayu.
Gelombang besar pun menimpa. Anak mereka, Raudhatul Jannah (4 tahun), dan kakaknya, Arif Pratama Rangkuti (7), gagal bertahan. Dua kakak beradik itu tak kuat menahan serbuan air yang begitu besar.
Usai redanya tsunami, Jamaliah dan Septi Rangkuti mencoba mencari dua buah hati mereka. Sebulan penuh mereka blusukan ke desa-desa di Aceh untuk mencari. Kerja keras mereka tak berbuah. Dengan berat hati, orang tua ini merelakan kepergian dua anaknya. Mereka pun percaya jika dua buah hatinya sudah tewas terhempas gelombang.
Buat mereka, dua anak ini sudah menjadi bagian dari 227 ribu korban yang tewas karena tsunami pada Desember silam. Saat itu, 'sang naga air' seolah dibangunkan oleh gempa berkekuatan sembilan skala Richter yang mengguncang Laut Hindia.
Tak hanya harta benda yang habis diterpa gelombang. Keluarga ini pun tercerai berai. Sebagai seorang ibu, Jamaliah pun kerap merasa rindu akan anaknya yang hilang.
Hingga, pada Juni paman Raudhatul Jannah melihat gadis berusia belasan di sebuah desa. Jannah sedang berjalan pulang ke rumah usai pulang dari sekolah. Sang paman merasa jika wajah gadis itu sangat mirip dengan Jannah yang hilang.
Dia pun mulai bertanya ke sekeliling penduduk desa itu untuk mencari tahu tentang profil gadis tersebut. Dari keterangan warga, gadis itu ditemukan terbawa gelombang tsunami. Jannah dikatakan terbawa arus air dari Aceh ke kepulauan terpencil di bagian barat daya.
Setelah yakin jika gadis itu benar-benar Jannah, paman itu melapor ke Jamaliah dan Rangkuti. Di akhir Juni, orang tua itu pun mengikuti petunjuk sang paman. Usai melihat Jannah, Jamaliah tanpa ragu memeluk gadis itu dengan erat.
"Saya peluk dia dan dia memeluk saya kembali dan saya merasa sangat nyaman di tangan,\" ungkapnya. Dia pun terus menangis selama reuni kecil itu terjadi. \"Wajah gadis ini adalah keturunan saya. Jika ada orang yang ragu, saya siap tes DNA."
Pada mulanya Rangkuti mengaku, masih ragu saat pertama kali mendengar informasi tersebut. Setelah melihat wajahnya, keraguan itu sirna. "Kami segera merasa yakin,"ucapnya.
Usai bertemu putrinya, keluarga itu pun berharap jika putranya yang hilang bakal bernasib serupa. \"Kami sangat berharap dapat menemukan abangnya,\"ujar Rangkuti. Dia mengaku, sudah melaporkan putranya yang hilang ke aparat kepolisian, sehingga bisa mendapatkan pertolongan untuk pencarian.
Rangkuti percaya, putranya mungkin masih ada di Kepulauan Banyak. Suatu kepulauan yang terletak 60 mil dari pantai Aceh di mana anak-anak berakhir usai tersapu ombak. "Insting saya mengatakan, dia masih hidup. Kami harus ke sana untuk mencari dia,"tambah Jamaliah.
Selama menghilang, Jannah tinggal dengan nelayan yang hidup bersama dua orang anak. Nelayan itu mengadopsi Jannah meski sudah mempunyai beban karena harus menanggung hidup dua orang anak.
Jannah dibesarkan oleh ibu sang nelayan, Sarwani. Dia diberi nama Weni. Nenek itu mengaku sangat bahagia karena keluarganya sekarang bersatu kembali. "Dia akan menjadi bagian dari keluarga kami, bahkan kami merasa jika sekarang punya keluarga besar," ujarnya.