Ahad 10 Aug 2014 17:18 WIB

Ada Tiga Pintu Masuk ISIS di Indonesia?

Gerakan negara Islam ISIS
Foto: VOA
Gerakan negara Islam ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengaku (klaim) telah memiliki peta kekuatan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), terutama di Jatim.

"Secara nasional, pintu masuk ISIS yang merupakan jaringan Alqaidah itu ada tiga, yakni Jawa Barat bagian selatan, Solo, dan eks-daerah konflik seperti Poso," kata Sekretaris PWNU Jatim A Muzakki di Surabaya, Ahad (10/8).

Ketika berbicara dalam Forum Tabayyun Ikatan Sarjana NU (ISNU) Jatim tentang ISIS dengan Zainal Azis Lc MA (mantan Humas Kedubes RI di Syria) dan Novri Susan PhD (sosiolog Unair), ia menjelaskan pintu masuk ISIS di Jatim ada tiga titik yakni Malang, Ngawi, dan Lamongan.

"Di Jatim, jumlahnya masih puluhan, tapi mereka pandai memanfaatkan media sosial, meski mereka sebenarnya hanya pandai main klaim, karena itu kita sikapi ISIS sesuai dengan hasil pemetaan yang kita punya," kata dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu.

Menurut Muzakki, ISIS merupakan ideologi yang mudah mengkafirkan orang lain, karena itu PWNU Jatim akan lebih memperkuat "Aswaja Center" di daerah-daerah dan juga melalui lembaga pendidikan milik NU untuk memasyarakatkan ideologi Aswaja.

"ISIS juga memiliki basis material yang kuat, karena mereka menguasai ladang-ladang minyak di Irak dan Syria. Untuk itu, PWNU Jatim akan memperkuat basis ekonomi warganya melalui toko-toko komunitas ala bazar agar mereka tidak mudah dirayu kelompok radikal," kata Muzakki.

Selain itu, PWNU Jatim juga menjalin kerja sama dengan pemerintah, TNI/Polri, dan organisasi kemasyarakatan lainnya untuk menyikapi ISIS sebagai "ancaman" bagi NKRI. "Jangan bicara soal teori konspirasi, tapi mereka jelas ancaman NKRI," katanya.

Dalam diskusi yang dipandu Wakil Ketua ISNU Jatim Zainul Hamdi itu, mantan Humas Kedubes RI di Syria, Zainal Azis Lc MA, menegaskan bahwa ISIS secara ideologi bukan "boneka" Amerika, karena mereka anti-Barat, tapi ISIS memang "dipelihara" AS untuk tujuan ekonomi, terutama terkait dengan minyak.

"Karena itu, saya sepakat, ISIS adalah masalah ideologi, karena itu mereka harus dihadapi dengan penguatan ideologi. Untuk itu, Aswaja Center harus dikembangkan dimana-mana, bahkan di Lebanon ada Aswaja Center berlantai empat untuk supermarket, ruang diskusi, ruang media, dan lantai atas untuk perpustakaan," katanya.

Secara ideologi, ISIS merupakan jaringan Alqaidah semula terbentuk untuk melawan rezim di Syria, namun akhirnya dimasuki kelompok mujahid dari banyak negara, termasuk Indonesia, sehingga mereka sekarang berkelahi antar-pemberontak di sana untuk berebut ladang minyak.

"ISIS memang paling kuat, tapi rakyat Syria yang menjadi korban, karena rakyat Syria umumnya miskin, sedangkan para pemberontak itu kaya-kaya. Untuk itu, ISIS harus disikapi secara ideologi, meski mereka juga suka kekerasan. Soal kekerasan, ya serahkan kepada pemerintah dan TNI/Polri. Misalnya, pemerintah bisa mencabut status kewarganegaraan WNI yang masuk ISIS," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement