REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 61/2014. Isinya antara lain, pemerintah melegalkan aborsi dengan syarat adanya pertimbangan medis dan bayi hasil perkosaan.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IX DPR, Zuber Safawi mengatakan, UU Kesehatan melarang aborsi kecuali atas pertimbangan medik. Seperti jika kehamilan diteruskan akan membahayakan kesehatan ibu dan anak.
"Kalau terkait aborsi bayi karena hasil perkosaan, patut meminta pertimbangan kepada MUI mau pun tokoh-tokoh agama lainnya. Setahu saya yang namanya aborsi itu dilarang," katanya, Sabtu, (9/8).
Menurutnya, kalau setiap hasil perkosaan boleh diaborsi dikhawatirkan orang jadi mudah melakukan tindakan itu.
Misalnya saja orang melakukan hubungan seks sebenarnya suka dengan suka. Namun karena tidak mau bertanggung jawab, maka bisa saja mengaku diperkosa agar mendapatkan izin melakukan aborsi.
"Kalau itu yang terjadi maka jadi berbahaya. Intinya untuk melakukan aborsi itu harus sangat ketat aturannya. Ada pertimbangan aspek kesehatan dari para dokter dan harus ada aspek pertimbangan agama dari tokoh agama," kata Zuber.
Ia menjelaskan, masalah aborsi karena hasil perkosaan harus dikonsultasikan ke berbagai tokoh agama, bukan hanya Islam saja. Namun juga tokoh agama lain seperti Katolik atau Kristen.
"Saya pernah dengar kalau di agama Katolik, aborsi ditolak dengan alasan apa pun. Makanya pandangan tokoh agama juga harus dijadikan rujukan," terang politikus PKS tersebut.
Peraturan yang mengatur soal aborsi ini, ujar Zuber, masih terlalu dini kalau diterapkan saat ini. "Seharusnya dikonsultasikan lebih jauh. Selain itu juga harus dilakukan dengan tingkat ketelitian dan kedisiplinan tinggi," ujarnya.