Jumat 08 Aug 2014 02:15 WIB

Polemik Pertamina-PLN Dinilai Kesampingkan Kepentingan Rakyat

Salah satu Gardu Induk PLN.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Salah satu Gardu Induk PLN.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen menyayangkan polemik antara PT Pertamina dengan PT Perusahaan Listrik Negara, terkait pengurangan pasokan solar karena justru terkesan mengabaikan kepentingan rakyat.

"Polemik antara Pertamina dan PLN itu seperti pertarungan gajah versus singa, tetapi pelanduk yang sekarat," kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi di Medan, Kamis.

Menurut Farid, meski kedua perusahaan tersebut berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibetuk untuk kesejahteraan rakyat, tetapi sikap yang ditunjukkan dua perusahaan itu justru sangat memprihatinkan.

Dengan ancaman Pertamina yang akan mengurangi pasokan solar hingga 50 persen ke pembangkit PLN karena tidak menyetujui kesepakatan harga, diperkirakan akan menyebabkan proyek listrik menjadi terkendala.

Apalagi jika PLN membuat kebijakan untuk mengurangi ketersediaan energi yang sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga berbagai aktivitas yang dijalankan rakyat akan terkendala.

Fenomena saling mengancam antara Pertamina dan PLN tersebut dapat menjadi pembuktian jika kedua BUMN yang melayani publik itu tidak memiliki ciri dan perilaku perusahaan yang baik.

Ironisnya lagi, pola yang diterapkan lewat polemik media dalam membahas masalah antara Pertamina dan PLN itu justru dapat menunjukkan pola komunikasi kedua BUMN pelayanan publik tersebut sangat buruk.

Fenomena saling mengancam tersebut dikhawatirkan dapat mencerminkan perilaku bisnis PLN dan pertamina yang tidak berpihak kepada kepentingan pelayanan publik.

"Perilaku itu sangat naif, justru delegitimasi dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap PLN dan Pertamina. Apalagi rapor pelayanan keduanya juga lebih banyak 'warna merahnya'," tukasnya.

Sebagai dua badan usaha yang tujuan akhirnya untuk kesejahteraan rakyat, LAPK mengharapkan PLN dan Pertamina tidak mengundang polemik baru dan saling membenturkan opini kepada masyarakat.

"Cara seperti itu, sangat terasa mengabaikan kemaslahatan, sedangkan kekisruhan justru dipertajam," ujar Farid.

Ia mengatakan, pemerintah diharapkan dapat berperan untuk mengatasi polemik tersebut agar tidak berkembang, sekaligus mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mendukung optimalisasi peran kedua BUMN.

Jika polemik tersebut dibiarkan dan sampai berlarut-larut, dikhawatirkan muncul anggapan pemerintah tidak mau, bahkan tidak mampu membina kedua BUMN, apalagi jika menimbulkan masalah yang lebih besar bagi rakyat.

Terkhusus untuk PLN, LAPK berharap ada upaya serius untuk membenahi kinerja badan usaha kelistrikan yang telah berkali-kali menimbulkan kekecewaan masyarakat tersebut, karena rutinnya pemadaman bergilir.

"'Benturan' kebijakan Pertamina dan PLN mesti segera dituntaskan. PLN semestinya lebih fokus mengurai benang kusut pemadaman bergilir. Jangan sampai isu pengurangan pasokan solar menjadi 'isu besar' yang disambar untuk mengalihkan opini ketidakmampuan menyelesaikan krisis listrik di Sumut," tegasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement