REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) memeriksa Ketua Front Pembela Islam Yogyakarta, Bambang Tedy (BT) dalam kasus dugaan penipuan jual beli tanah, Rabu (6/8). Korban, RC yang melaporkan kasus tersebut merugi hingga Rp11,7 miliar.
Penangkapan BT dilakukan di Markas FPI, Jalan Wates Km 8 Dusun Ngaran, Balecatur, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Rabu pagi. Informasi yang dihimpun Republika, anggota kepolisian yang membawa 20 personel brimob mendatangi kediaman BT sekitar pukul 08.00 WIB. Namun, proses penangkapan sempat alot hingga BT bersama istrinya, Sebrat Hariyanti baru dapat dibawa ke Polda DIY sekitar pukul 10.45 WIB.
Pemeriksaan dilakukan setelah BT dijemput paksa oleh pihak kepolisian. Dalam kasus tersebut, BT diperiksa sebagai tersangka. Direktur Kriminal Khusus Polda DIY, Kombes Kokot Indarto mengatakan BT sudah dipanggil dua kali sebelumnya tetapi tidak mau datang. "Pasal pokok yang dikenakan pada tersangka adalah menempatkan keterangan dalam akta otentik dengan modus "mafia tanah," ungkap Kokot ditemui Rabu.
Dalam kasus tersebut, BT menjual beberapa petak tanah yang diakui sebagai miliknya. Tanah yang dijual berada di beberapa wilayah DIY termasuk di Kabupaten Bantul. "Ada akibat hukum dari jual beli itu, RC kerugiannya sudah Rp11,7 miliar dalam beberapa petak tanah yang dikumpulkan ternyata tanah itu bukan milik B," terang Kokot.
Tersangka juga diduga menipu korban dengan melibatkan notaris untuk pembuatan akta tanah. Namun, setelah uang dibayarkan korban, akta tanah tidak diserahkan. "Karena memang tanahnya orang lain, tapi ada beberapa bidang tanah yang terpaksa dijual dengan harga tertentu," ujar Kokot.
Bidang tanah yang dijual kepada RC tersebut disinyalir juga dijual lagi kepada orang lain. Penjualan tanah itu bahkan menjerat istri BT, SH yang merupakan Kepala Desa Balecatur dalam kasus perdata. Kasus tersebut telah dilaporkan ke Polda DIY.
Pihak kepolisian masih akan memeriksa tersangka untuk pengembangan kasus. Diduga korban penipuan yang dilakukan BT lebih dari dua orang. Hal ini karena kasus tersebut sudah terjadi sejak tiga tahun lalu. Kokot pun meminta korban lain untuk melapor ke Polda DIY jika merasa dirugikan dalam jual beli tanah yang melibatkan BT. "Hingga saat ini ada dua korban yang memberikan laporan resmi," ujarnya.
Meski sudah berlangsung lama, korban baru melaporkan tindakan BT. Tersangka diduga mengintimidasi korban agar tidak melapor ke kepolisian. Kokot mengungkapkan ancaman hukuman bagi tersangka akan ditentukan setelah pemeriksaan.
Dikonfirmasi, Pengacara BT, Kalono mengungkapkan kliennya hanya diperiksa bukan ditangkap pihak kepolisian terkait laporan RC. Namun, pihak BT justru sudah melaporkan RC ke Polres Sleman dengan sangkaan perbuatan fitnah. "Laporan kasus perdata sudah kami buat dua bulan lalu karena R bilang sudah lunas padahal belum," ujarnya. Sidang kasus perdata itu pun sudah dijadwalkan pada 25 Agustus mendatang di Pengadilan Negeri Sleman.
Kalono mengakui kliennya menjual tanah milik orang lain. Namun, BT diberi hak kuasa untuk menjual tanah tersebut. "Itu sudah dibuat akta notarisnya dan R sudah mengetahuinya," ujar Kalono.