REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Usai merayakan lebaran, masyarakat siap-siaplah merogoh kantong lebih dalam lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Harga Sembako dan kebutuhan dapur diperkiran naik lagi. Ini dampak kebijakan pemerintah pusat yang membatasi penjualan BBM bersubsidi jenis solar di SPBU dari jam 08.00 hingga 18.00 WIB.
Banyak pihak merespon sinis atas kebijakan tersebut. Termasuk kelompok usaha angkutan barang, turut menentang pembatasan jam pembelian solar. ''Kebijakan ini tidak populer. Jelas bakal menyusahkan banyak pihak,'' Sugiyanto (49), pemilik angkutan barang yang biasa untuk mengangkut Sembako, Rabu (6/8).
Sugiyanto tak sepakat dengan rencana pemerintah untuk membatasi jam operasional itu. Kebijakan ini jelas menyusahkan banyak pihak. Seperti dirinya, kendaraan truk dan pikup jam kerja keluar sering malam hari. Ini dilakukan untuk mengangkut sayur dan Sembako ke sejumlah pasar tradisional. ''Kalau kendaraan pas tiap malam keluar, /kan/ tidak bisa beli solar. Kendaraan tidak bisa jalan,'' katanya.
Menurut pengusaha angkutan barang warga Kerten, Laweyan, Solo, ini, kalau kebijakan pemerintah ini diberlakukan dipastikan memicu kenaikkan Sembako dan kebutuhan dapur. Ini karena angkutan barang dagangan bisa terganggu, karena kesulitan mendapat bahan bakar. Harga Sembaki naik paska lebaran, diperkira naik lagi setelah dikeluarkan pembatasan jam pembelian solar di SPBU.
Menurut Ny Siti Aisyah (53), kebijakan itu bakal memberatkan pengguna kendaran yang mengkunsumsi BBM jenis solar. Warga Baturan, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, menyebut kebijakan pemerintah itu justru berdampak negatif terhadap masyarakat banyak. Khususnya, pengguna kendaraan umum.
Agus Riyanto (35) sopir Isuzu jurusan Solo-Klaten juga tidak sepakat dengan pembatasan jam operasional itu. Menurutnya, kendaraan yang diapoperasionalkan keluar jam 03.00 dinihari. ''Kalau kendaraan saat keluar kondisi tangki solar kosong, apa harus tidak jadi ngompreng,'' keluh dia.