REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Program yang dilakukan Pemkab Banyuwangi boleh ditiru daerah lainnya. Tahun ini, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dijadikan sebagai Kota Welas Asih (Compassionate City) seiring sejumlah program di kabupaten tersebut yang menghargai nilai-nilai kasih sayang, humanisme, dan kebhinnekaan.
Penandatanganan Piagam Welas Asih (Charter foe Cimpassion) langsung dilakukan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas menandatangani, Selasa (5/8). Dengan menandatangani piagam tersebut, Banyuwangi masuk dalam jaringan 40 kota di dunia lainnya yang telah ditetapkan menjadi Kota Welas Asih sesuai inisiasi program Compassion Action International.
Saat ini, 231 kota di berbagai negara juga sedang dalam proses menjadi Kota Welas Asih. Yang telah ditetapkan sebagai Kota Welas Asih antara lain Atlanta, Appleton, Denver, Houston, Seattle (semuanya Amerika Serikat), Capetown (Afrika Selatan), Eskilstuna (Swedia), Groningen dan Leiden (Belanda), Botswana, Parksville (Kanada), serta Gaziantep (Turki).
Charter for Compassion juga telah ditandatangani oleh lebih dari 100 ribu tokoh di dunia, termasuk sejumlah tokoh terkemuka di Indonesia. Compassion Action International digerakkan oleh sejumlah tokoh, di antaranya pakar agama Karen Armstrong dan Presiden Masyarakat Islam Amerika Utara Imam Mohamed Magid.
”Banyuwangi berkomitmen menjadi daerah yang penuh cinta, bertaburan kasih sayang, tidak hanya dalam konteks ekonomi tetapi juga secara hubungan sosial antarwarganya,” ujar Anas dalam siaran persnya yang diterima ROL, Selasa (5/8).
Bupati memberikan penjelasan program bea siswa bagi penyandang disabilitas.
Anas menyebut sejumlah program di Banyuwangi sudah merepresentasikan prinsip-prinsip kasih sayang, humanisme, dan kebhinnekaan. Misalnya, pertemuan rutin lintas agama, gerakan Siswa Asuh Sebaya yang menjalin solidaritas antarsiswa, Gerakan Sedekah Oksigen yang melibatkan semua tokoh agama untuk kampanye lingkungan, ambulans 24 jam untuk melayani warga, serta pemberantasan buta aksara dan anak putus sekolah yang menjunjung tinggi aksesibilitas warga dalam menikmati layanan pendidikan.
Selain itu, program-program seperti bantuan permodalan untuk usaha kecil, bantuan benih untuk petani dan pembudidaya ikan, bedah rumah, dan gerakan pengentasan kemiskinan lainnya juga menjadi contoh kebijakan publik yang berbasis kemanusiaan. ”Dengan segala kekurangan yang masih ada, kebijakan publik ke depan harus mampu memanusiakan manusia,” ujar Anas yang pernah menempuh studi singkat ilmu kepemerintahan di Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat, tersebut.