REPUBLIKA.CO.ID, SEMARAPURA -- Sejumlah petani di Kabupaten Klungkung, Bali menglami kelangkaan pupuk urea bersubsidi belakangan ini, padahal mereka sangat membutuhkan dalam memasuki musim tanam 2014.
"Petani setempat kurang tertarik memanfaatkan pupuk organik sesuai harapan dan imbauan Pemerintah Provinsi Bali untuk mengembalikan kesuburan tanah," kata Kelian subak Desa Tohpati, Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Nengah Sudana, Jumat.
Ia mengatakan, petani kurang tertarik memanfaatkan pupuk organik, karena di sela tanaman padi tumbuh jenis rumput baru yang menyusahkan petani, sehingga harus bekerja ektra.
Pupuk urea yang selama ini dimanfaatkan petani sulit diperoleh, padahal petani sangat memerlukannya.
"Ada dugaan pupuk urea belum datang karena disinyalir akan ada kenaikan harga. Dimana sebelumya Rp85 ribu per zak sekarang naik menjadi Rp 100 ribu per zak," katanya.
Nengah Sudana mengaku sempat mendatani gudang pupuk urea di Bakas, Klungkung ternyata tidak ada persediaan pupuk di gudang.
Yang lebih meresahkan petani karena pupuk harus dibayar lunas, tidak bisa dibon lagi seperti waktu sebelumnya.
Hal senada juga diungkapkan Kelian Subak Toya Yeh Hee, Nyoman Sumendra, bahwa jatah pupuk urea kini dipotong sampai 50 persen dari jatah sebelumnya.
Hal itu sesuai imbauan Pemprov Bali untuk menggunakan pupuk organik. Imbauan itu tidak disertai dengan penyaluran pupuk organik yang memadai sesuai kebutuhan petani, serta tibanya sering terlambat.
Pada sisi lain penggunaan pupuk organik merugikan petani, karena hasil panen menurun dua ton per hektarenya hanya menjadi enam ton per hektare dibanding menggunakan pupuk urea yang produksinya mencapai delapan ton/hektare.
Pupuk organik yang disubsidi pemerintah Provinsi Bali cukup murah yakni Rp 100/kg ditingkat petani.