REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kedutaan Besar Australia di Jakarta menglarifikasi berita keterlibatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri dalam kasus Securency (pencetakan uang) yang dikabarkan melibatkan sejumlah tokoh politik di Asia Pasifik.
Kedubes Australia dalam siaran persnya, Kamis, mengakui ada perintah pencegahan penyebarluasan informasi yang bisa memberi kesan keterlibatan tokoh politik senior tertentu dalam korupsi di kawasan Asia Pasifik. Namun, ini bukan berarti para tokoh tersebut benar-benar terlibat dalam kasus yang dituduhkan.
Maka, Pemerintah Australia memandang bahwa perintah pencegahan penyebaran berita tetap merupakan cara yang terbaik untuk melindungi tokoh politik senior dari risiko sindiran yang tidak memikiki dasar..
"Ini merupakan kasus rumit yang telah berlangsung lama yang menyangkut sejumlah besar nama individu. Penyebutan nama-nama tokoh tersebut dalam perintah itu tidak mengimplikasikan kesalahan pada pihak mereka. Pemerintah Australia menekankan bahwa Presiden dan mantan Presiden Indonesia bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan Securency."
"Kami menyikapi pelanggaran perintah pencegahan ini dengan sangat serius dan kami sedang merujuknya ke kepolisian," demikian isi rilis pers tersebut.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers Kamis siang meminta agar pemerintah Australia memberikan penjelasan mengenai informasi yang dikeluarkan Wikileaks terkait sinyalemen adanya perintah mencegah penyidikan atas dugaan korupsi sejumlah pejabat di negara Asia.
"Berita yang dikeluarkan oleh Wikileaks sesuatu yang menyakitkan, saya mengikuti apa yang dilaksanakan Australia, Menlu laporkan pada saya setelah komunikasi dengan Duta Besar RI di Canberra dan Duta Besar Australia," kata Presiden dalam keterangan pers di kediaman pribadi Puri Cikeas, Bogor, Kamis.
Kepala Negara mengatakan, penjelasan itu penting karena dari informasi yang dikeluarkan oleh Wikileaks disebutkan ada 17 nama pejabat senior di negara Asia yang dikatakan dilindungi oleh sebuah perintah khusus dari pemerintah Australia agar jangan ada penyelidikan yang dikhawatirkan bisa menganggu hubungan Australia dengan negara-negara tersebut.
"Dari beberapa tokoh itu nama SBY dan Megawati ikut disebut Wikileaks pada berita 29 juli 2014, ada kasus dugaan korupsi multi-juta dolar, termasuk melibatkan keluarga dan pejabat senior masing-masing negara," kata Presiden.