Selasa 29 Jul 2014 11:45 WIB

Pengamat: Pemberian Remisi bagi Koruptor tak Mendidik

Obral Remisi
Obral Remisi

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN-- Akademikus dari Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Prof Dr HM Norsanie Darlan MS, PH berpendapat remisi bagi koruptor sebagimana pemberian Pemerintah Indonesia adalah tidak mendidik.

"Karena pemberian remisi bisa tidak membuat efek jera bagi pelaku korupsi di Indonesia yang sudah diputuskan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Selasa.

Bahkan, menurut Guru Besar di Universitar Palangka Raya (Unpar) itu, pemberian remisi tersebut bisa membuat calon-calon korutor bertambah berani. Ia berpendapat peraturan atau kebijakan pemberian remisi sebaiknya perlu peninjauan kembali.

Menurut dia, pemberian remisi hingga bebas bersyarat bagi koruptor, terkesan mengkhianati rasa keadilan warga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di negeri tercinta ini. "Remisi yang diberikan setiap hari-hari besar kenegaraan seperti 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan, hari raya keagamaan, tujuannya baik, terlebih bila dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya.

Remisi seharusnya  diberikan kepada mereka yang bukan kasus korupsi, seperti terpidana karena terpaksa oleh keadaan ekonomi yang minim. Ia memperkirakan jika remisi diberikan kepada pekau korupsi di tanah air ini, maka selain yang bersangkutan sendiri, juga calon-calon koruptor lain, akan semakin berani.

"Sebab mereka tidak akan jera. Justru mereka bertambah berani dengan perhitungan akan ada remisi-remisi dari kementrian terkait, walau dia terbukti bersalah dan divonis hakim pengadilan Tipikor," lanjutnya.

Walau tertangkap dan divonis, hukuman tidak selama masa putusan pengadilan, karena adanya remesi dari pemerintah setiap peringatan proklamasi kemerdekaan dan hari-hari raya keagamaan. Ia berpendapat boleh-boleh saja remisi diberikan kepada napi dalam kasus apapun, tapi tidak termasuk mereka yang berkhianat terhadap negeri Indonesia tercinta, kendati ada peraturan perundang-undangannya.

Oleh karena itu, Koordinator Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalteng itu menyarankan, perlu peninjauan dan kajian kembali terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 terkait remisi tersebut.

"Perlu pula adanya pemilihan dalam pemberian remisi terhadap penghianat negara, seperti kelompok teroris jika memang benar-benar terbukti bersalah, serta pelaku tindak pidana lain, kecuali korupsi," imbaunya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement