REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama, Lukmanul Hakim Saifuddin membantah telah meresmikan Baha'i sebagai agama resmi di Indonesia. Namun, dia membenarkan bila Baha'i merupakan sebuah agama , bukan sekte dan sudah ada sejumlah penganut di Indonesia.
"Saya mengklarifikasi info di berita online yang menyebutkan kalau saya meresmikan Baha'i sebagai agama resmi di Indonesia," ujar Lukmanul setelah buka puasa bersama wartawan di Jakarta, Jumat (25/7) malam.
Menurutnya, sesuai UU Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Penodaan Agama, dalam poin penjelasan menyebutkan bila pemerintah Indonesia melayani dan melindungi penganut dari enam agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu. Di luar itu, ada keyakinan agama lain yakni Taoisme, Baha'i serta agama lain. Sebagai agama resmi, maka pemerintah wajib melayani dan melindungi para penganut keenam agama tersebut.
Menag mengakui persoalan ini muncul karena surat Mendagri yang mempertanyakan keberadaan Baha'i di sejumlah daerah. Bila menjadi agama resmi Indonesia, maka sesuai administrasi kependudukan, pemerintah berhak melayani dan melindungi para penganut agama yang sudah muncul sejak abad 17 ini.
Untuk itu, mengenai keberadaan Baha'i yang sudah ada penganutnya di beberapa daerah, Menag masih melakukan kajian mendalam. Termasuk, apakah pemerintah memiliki kewenangan menetapkan agama tersebut menjadi agama resmi yang layak dilindungi dan dilayani hak-haknya selayaknya para penganut enam agama diatas.
Meski, Menag mengakui, di luar enam agama tersebut, warga negara yang menganut agama lain seperti Taoisme, Baha'i, maka mereka juga diperlakukan dengan baik sejauh tidak melakukan pelanggaran dan ketentuan itu diatur dalam Pasal 29 UUD 1945. "Setiap warga negara dijamin kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan syariat agamanya sebagaimana dipeluknya," ujarnya.