Rabu 23 Jul 2014 02:08 WIB

Dirut RRI Blak-blakan Soal Penyelenggaraan Quick Count

Dirut Lembaga Penyiaran Publik RRI (LPP RRI) Niken Widiastuti.
Foto: Antara
Dirut Lembaga Penyiaran Publik RRI (LPP RRI) Niken Widiastuti.

REPUBLIKA.CO.ID, Radio Republik Indonesia (RRI) mendapat sorotan lantaran ikut menyelenggarakan quick count di Pilpres 9 Juli lalu. Muncul tudingan hasil hitung cepat RRI memihak salah satu capres. Ternyata, hasil akhir hitung cepat mereka terpaut tidak beda jauh dibanding real count KPU. Direktur Utama (Dirut) RRI, Rosalita Niken Widiastuti menjawab pertanyaan wartawan Republika Online, Andi M Ikhbal.

Proses hitung cepat RRI dinilai akurat, bagaimana bisa seperti itu?

Survey RRI menggunakan kuantitatif multy stage random sampling. Dengan sistem ini, kami menentukan 2 ribu TPS amatan yang dipilih dengan pertimbangan paling merepresentasikan suara pemilih, bahkan sampai ke daerah-daerah perbatasan. Sebab, TPS sampel yang RRI ambil haruslah cerminan dari seluruh Indonesia.

Apa alasan memilih metode tersebut?

TPS di Indonesia ini sangat banyak. Ada sekitar 500 ribu TPS, tidak bisa hanya dengan random sampling saja. Makanya survei RRI ini melalui beberapa proses tahapan seperti melakukan stratifikasi mulai dari tingkat provinsi sampai ke desa/kelurahan. Ada rumusnya dalam penelitian itu, bagaimana agar sampel bisa mewakili keseluruhan.

Siapa yang diterjunkan untuk mengumpulkan data?

Sebenarnya mayoritas dari karyawan RRI sendiri yang jumlahnya lebih dari 8 ribu orang. Sekitar 70 persen, orang yang mengumpulkan data dari mereka, namun kalau ada yang kurang, dimana dalam satu daerah tidak ada orang internal kami, maka sisanya 30 persen adalah kelompok pemerhati RRI. Mereka juga jumlahnya cukup besar sampai ribuan.

Kami tentunya melakukan seleksi kepada kelompok tersebut, dan mereka menandatangani fakta integritas. Komitmennya harus menyampaikan data secara benar tanpa melakukan manipulasi dan tidak berafiliasi pada pasangan calon atau partai politik manapun.

Apakah ada pihak penggagas di balik survei RRI ini?

Sebenarnya yang menggagas survei RRI ini, saya sendiri, tidak ada pihak yang menawarkan jasanya untuk keperlua tersebut. Awal mulanya pada 2009 lalu, Mantan dirut RRI, Parni Hadi mencetuskan ide untuk menyelenggarakan quick report. Konsepnya sama dengan hitung cepat sekarang ini. Saya sebagai direktur program dan produksi yang menjalankannya.

Sebelumnya saya memang pernah berkecimpung di penelitian, jadi bagaimana konsep dan metodeloginya, saya yang susun sendiri. Sekarang ini, quick count ini dipegang Divisi Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbangdiklat).

Faktor apa yang menunjang penyelenggaran survei?

RRI sebenarnya bukanlah lembaga survey yang baru akan melakukan penelitian sehingga memerlukan biaya pengadaan yang besar. Kami memiliki SDM yang cukup banyak sehingga bisa dioptimalkan dalam proses pengumpulan data pemilu. Selain itu, RRI juga memiliki fasilitas yang memadai dalam hal teknologi.

Internal RRI sendiri punya seorang ahli yang dapat membantu jalannya penelitian, sehingga akurasi dapat ditingkatkan dan margin of error berkurang. Semua itu bergerak dibawah kordinasi Divisi Puslitbangdiklat. Survei kami dilengkapi SDM dan teknologi memadai. Kami hanya perlu optimalisasi yang ada saja.

Pendanaan survei dari mana?

Itu pendanaan rutin RRI. Tapi berapa jumlahnya saya tidak tahu, karena ada 86 satuan kerja. Puslitbangdiklat hanya salah satunya, lalu berapa anggaran mereka untuk survei, saya tidak hapal.

RRI sempat dituding tak betral, bagaimana tanggapannya?

RRI itu kan netral dan independen, tidak ada sama sekali keterkaitannya dengan politik. Quick count ini adalah produk intelektual dengan metodelogi ilmiah yang kami pakai. Jangan ditarik ini kepada isu, keberpihakan pada salah satu pasangan calon, karena kami tak ada kepentingan di sana. Survei ini hanya alat pembanding sebagai informasi saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement