Senin 21 Jul 2014 05:39 WIB

Cermin Rakyat Bernama Presiden Indonesia

 Prabowo Subianto berpelukan dengan Jusuf Kalla di dampingi oleh masing-masing pasangan capres dan cawapres jelang debat capres putaran final di Jakarta, Sabtu (5/7).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Prabowo Subianto berpelukan dengan Jusuf Kalla di dampingi oleh masing-masing pasangan capres dan cawapres jelang debat capres putaran final di Jakarta, Sabtu (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Hafil / Wartawan Republika

Tak sampai waktu 24 jam lagi, bangsa Indonesia akan memiliki presiden dan wakil presiden baru. Itu setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil penghitungan suara secara nasional.

Dua belah pihak pasangan peserta pilpres pernah saling mengklaim merekalah pemenangnya masing-masing meskipun KPU belum memutuskan siapa pemenangnya. Mereka, melalui tim suksesnya masing-masing berupaya menggiring opini publik melalui hasil hitung cepat quick count bahwa satu pasangan unggul atas pasangan lainnya. 

Tetapi, mari kita hormati KPU selaku lembaga negara yang independen yang berhak memutuskan siapa pemenangnya melalui hasil penghitungan sah mereka. Mari kita ucapkan selamat bagi pasangan calon yang terpilih. Entah pasangan nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa maupun pasangan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Yang jelas, siapapun pemenangnya itulah yang menjadi cermin bagi rakyat Indonesia. Baik dan buruknya keempat orang itu merupakan gambaran seutuhnya rakyat Indonesia. Karena, dari ratusan juta penduduk Indonesia, hanya empat orang itu yang bisa kita pilih untuk memimpin bangsa untuk lima tahun ke depan.

Mengutip pernyataan Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Tengku Zulkarnaen yang menyebut jangan bermimpi Indonesia memiliki pemimpin saleh apabila rakyatnya jahat. "Bangsa ini harus saleh, kata nabi, kalau tidak saleh, umat akan mendapat kesusahan dan duka nestapa terus menerus," kata Zulkarnaen kepada Republika akhir 2012 lalu.

Ia menggambarkan, dalam sebuah pemilihan langsung di negara demokrasi, jika mayoritas rakyatnya pemabuk, maka yang diangkat menjadi pemimpin adalah pemabuk juga. Tetapi jika mayoritas rakyatnya saleh, maka pemimpin yang terpilih adalah orang saleh juga.

Di era reformasi yang telah berjalan 16 tahun ini, kita telah beberapa kali memiliki presiden yang berbeda. Kita bisa menilai apa yang terjadi dengan perilaku bangsa Indonesia. Pemerintahan korup yang merongrong keuangan negara, aparat penegak hukum yang bisa disuap, anak muda hingga orang tua yang menjadi pejabat mengkonsumsi narkoba, sulitnya memberantas prostitusi karena ditolak warga yang mencari keuntungan, atau ada seorang ibu dan anak yang diusir oleh warga karena mengadukan perilaku teman-temannya yang mencontek saat ujian sekolah. Belum lagi soal perilaku liar kita saat menggunakan kendaraan di jalan raya, praktik memberi uang pelicin pada pelayan publik. 

Ini semua masih sulit diberantas oleh para pemimpin kita mulai dari presiden, menteri-menteri yang dipilih presiden, wakil rakyat, dan aparat penegak hukum. Tetapi, kembali mengutip ucapan Tengku Zulkarnaen, rakyat tidak bisa semata-mata menyalahkan para pemimpin kita dengan banyaknya kerusakan dan permasalahan bangsa ini. Rakyat memiliki andil bisa mendapatkan pemimpin yang sulit berbuat untuk merubah nasib mereka. Karena, rakyat juga yang memilih mereka menjadi penguasa dan pejabat.

Jadi, kalau nanti kita punya presiden baru yang suka berbohong, suka menjilat ludahnya sendiri, berwatak korup, yang menjadi pelayan bagi partai dan golongannya bukan menjadi pelayan rakyat, yang tidak bisa berbuat apa-apa, yang sukanya dipuja puji menaikkan citra bahkan untuk ibadah saja harus di depan kamera, kerja sedikit tapi ingin dilihat, yang membuat aturan untuk menguntungkan diri, keluarga, dan kroni-kroninya. Maka itulah cerminan mayoritas perilaku rakyat Indonesia yang telah memilih dia sebagai pemimpin.

Atau, jika presiden baru terpilih kita ternyata berwatak anarkis, emosional, maunya menang sendiri, berbicara seenaknya dan cenderung kasar dan jorok, memilih orang-orang berwatak korup sebagai pembantunya hingga tak bisa berbuat apa-apa, atau mampu menghukum musuh tapi tak mampu menghukum keluarga sendiri saat melakukan kesalahan, maka ini juga cukup menggambarkan perilaku rakyat Indonesia yang telah memilihnya dan mengagung-agungkan sosok seperti ini sebagai pemimpin. 

Namun, tentunya kita berharap, presiden dan wakil presiden terpilih yang memimpin kita lima tahun ke depan adalah orang-orang ideal dengan segala kebaikannya yang bisa memimpin negara. Artinya, kita berharap saat memilih presiden dan wakil presiden pada 9 Juli lalu, mental dan perilaku rakyat Indonesia sedang berada dan kondisi terbaik sehingga pemimpin terpilih kita adalah orang-orang yang menggambarkan rakyat Indonesia, sebagai rakyat yang dipenuhi kebaikan dan kesalehan. Semoga. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement