REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masuknya gerakan Islam State of Iraq and Syiria (ISIS) di beberapa tempat di Indonesia, membuat isu terorisme kembali mengemuka. Lembaga khusus penanggulangan terorisme kembali sorotan publik.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyatakan, para pendukung gerakan terorisme melanggar aturan hukum yang berlaku. Namun, pemerintah tidak dapat langsung mengambil tindakan pencegahan tanpa adanya komtmen bersama antara berbagai pihak.
“Tidak cukup menegakkan hukum hanya berdasarkan pasal-pasal, tanpa adanya komitmen politik bersama,” ujar Ansyaad Mboi, saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/7).
Ansyaad menyatakan, tanpa adanya kerja sama dari aparat pemerintah, penegakan hukum terhadap terorisme akan berjalan parsial dan tidak menyeluruh. Selain itu isu terorisme merupaka isu yang cukup sensitif di Indonesia, sebab isu terorisme berkaitan dengan isu agama.
Di samping itu, dia mengklaim telah banyak menemukan gerakan pendukung ISIS. “Di pinggiran Jakarta saja ada, di Bandung, Makasar, bahkan dari dalam penjara juga ada dukungannya (ISIS),” ujar Ansyaad.
Selain menyatakan dukungan, sejumlah warga negara Indonesia juga ditemukan telah berangkat ke Irak dan Suriah. Ansyaad menyatakan, hingga saat ini jumlah orang yang berangkat ke Irak atau suriah berjumlah puluhan orang. “WNI yang sudah berangkat sekitar 30-an orang,” ujar Ansyaad.
Sebelumnya, ISIS mendapatkan dukungan dari berbagai tokoh Islam radikal di Indonesia. Beberapa waktu lalu, Abu bakar Ba’asyir menyatakan dukungan dari dalam penjara. Pimpinan pesantren Ngruki Jawa Tengah ini bahkan telah meminta anggotanya untuk bergabung ke dalam ISIS.
Selain Baa’syir, pimpinan Mujahidin di Indonesia Timur, Santoso pun telah mendukung gerakan separatis ini. "Santoso bahkan sudah baiat (menyatakan dukungan) terhadap ISIS dan pimpinannya, Abu Bakr Al-Baghdadi," ujar dia.