REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri mengaku sudah mengetahui adanya upaya mencurangi proses pemungutan suara 9 Juli 2014. "Apa yang dilakukan mereka, kita tahu. Maka itu, kita lakukan antisipasi agar tidak ada kecurangan," kata Kapolri Jenderal Sutarman.
Menurut Sutarman, jika ada kecurangan pun harus ditindak sesuai dengan ketentuannya. Yaitu, menggunakan UU Pemilu. Langkah yang dilakukan harus melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Gakumdu.
Mengenai 'mereka' yang tertuju untuk siapa, Sutarman menjelaskan, "Mereka itu semua, yang berupaya untuk ke arah sana. Satu mengatakan sana curang sini curang. Maka itu, kita harus mengawasi. Ya kan pernyataan-pernyataan mereka dengan adanya kecurangan," kata dia.
Polri mengaku terus mengawal proses pilpres hingga selesai agar masyarakat puas dengan hasilnya. Selain itu, masyarakat tidak dikhawatirkan dengan kemungkinan adanya kerusuhan. Karena Polri sudah memiliki langkah untuk mengantisipasinya.
Sutarman menjelaskan, puncak pilpres akan berlangsung pada 22 Juli 2014. Polri pun sudah melakukan penebalan keamanan di KPU dan menjaga sejumlah titik rawan.
Tiga titik di daerah Banten dan tujuh titik di daerah Bandung. Mengingat ada isu mengembang massa akan mendatangi Jakarta dari sejumlah daerah. "Ya kan pintu masuk Jakarta, dari Banten sama Bandung, memang dari mana lagi," kata dia.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Ronny F Sompie, mengimbau saat ini aparat sudah siaga satu. Namun, masyarakat tak perlu khawatir mengenai penetapan status itu.
Siaga satu bukan dimaksudkan negara dalam keadaan bahaya. "Tapi, Polri sudah siap jika ada hal terburuk mengenai pilpres ini," kata dia.