REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Petani tebu asal Jawa Tengah menggugat keputusan Menteri Perdagangan yang memberi izin impor gula kristal putih Kepada Perum Bulog ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena dianggap melanggar aturan hukum.
Petani yang mengajukan gugatan itu adalah M Nur Khabsyin, Djamiun, Kusmanto, Budi Utomo, Sojo Sulkhan, Rukani, Supeno, Hardi, Ahmad Aniq, dan Ahmad Najib. Mereka juga mengajukan uji materi Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih Tahun 2014 ke Mahkamah Agung
"Kami, petani tebu, dirugikan oleh dua kebijakan itu," kata Nur Khabsyin di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, keputusan Mendag yang memberi izin Bulog mengimpor gula kristal putih sebanyak 328.000 ton dari 1 April sampai dengan 15 Mei 2014 bertentangan dengan keputusan Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 yang melarang impor gula dilakukan satu bulan sebelum masa giling tebu rakyat.
Menteri Pertanian telah menetapkan tanggal 15 Mei 2014 sebagai awal masa giling .
Menurut Nur Khabsyin, harga gula petani di pasaran hacur akibat masuknya gula impor tersebut, apalagi stok gula nasional saat ini melimpah hingga sekitar satu juta ton.
"Harga gula petani saat ini paling tinggi Rp8.600 per kilogram. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu harga gula petani mencapai Rp10.000 per kilogram," katanya.
Sementara terkait keputusan tentang harga patokan petani (HPP), Nur Khabsiyin mengatakan pihaknya mengajukan uji materi karena keputusan itu dinilai petani tidak logis, yakni lebih rendah dari biaya produksi per kilogram yang dikeluarkan oleh petani tebu.
Menurut dia, biaya produksi gula per kilogram yang dikeluarkan petani tebu sebesar Rp8.791, sedangkan HPP Rp8.250.
"Bagaimana mungkin HPP lebih rendah dari biaya produksi? Padahal HPP yang diusulkan dewan gula yang diketuai Menteri Pertanian adalah Rp9.500 per kilogram. Yang lebih aneh, Menteri Perdagangan itu wakil ketua dewan gula juga," kata Nur Khabsyin.
Wakil Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu berharap baik PTUN maupun MA mengabulkan gugatan yang diajukan petani tebu dan keputusan itu bisa menjadi yurisprudensi untuk masa depan sehingga kebijakan pemerintah tidak merugikan petani.