Sabtu 05 Jul 2014 18:53 WIB

Netralitas Media Bantu Dinginkan Suhu Politik

Calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto (kiri), dan calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo (kanan), berjabat tangan jelang debat di Hotel Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta, Ahad (22/6).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto (kiri), dan calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo (kanan), berjabat tangan jelang debat di Hotel Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta, Ahad (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satrian mengatakan saat ini masyarakat membutuhkan netralitas media, sehingga dapat membantu mendinginkan suhu politik yang memanas akibat kampanye hitam.

"Untuk meredam gejolak dalam pilpres, kita butuh semakin banyak media yang netral," kata Arif, Sabtu (5/7).

Fenomena yang terjadi pada Pemilu Presiden 2014 adalah dua pasangan calon yang memiliki karakter yang kuat mendapat dukungan dari massa fanatiknya.Hujat menghujat, caci dan memaki, saling menjatuhkan citra antara dua kubu relawan telah mewarnai pesta demokrasi saat ini.

Menurut Arif, hal tersebut wajar terjadi. Terlebih saat ini hanya ada dua calon yang sama-sama memiliki karakter yang kuat.

"Tetapi hujat menghujat, bahkan sampai menjatuhkan dengan isu SARA, ini sudah tidak wajar lagi, ini bukan kultur Bangsa Indonesia," katanya.

Di tingkat media, lanjut Arif, juga sudah terjadi polarisasi mana media yang mendukung calon ini dan calon yang lainnya. Menurut dia, agar kondisi tidak semakin memanas, mau tidak mau media harus bersikap netral.

"Makin banyak media yang berpihak, akan semakin panas situasi. Tapi kalau banyak media yang netral, makin sejuk suasana," ujarnya.

Selain netralitas media, lanjut Arif, elit-elit politik masing-masing pendukung pasangan calon juga harus bisa mengendalikan bawahannya agar tetap menjaga Pemilu kondusif.

Ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak sekedar menjadi pendukung para calon presiden dan calon wakil presiden, tetapi juga dapat melihat secara rasional siapa calon yang akan didukung.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement