Ahad 29 Jun 2014 13:03 WIB

Resapan Air di Lereng Merapi Makin Minim

Rep: Nur Aini/ Red: Muhammad Hafil
Merapi
Foto: Antara
Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wilayah resapan air di sekitar lereng Gunung Merapi ke bawah semakin minim karena pembangunan pemukiman. Dengan kondisi tersebut, pemberian izin pembangunan di wilayah resapan air diminta dihentikan.

Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Sleman, Ephipana Kristiyani mengatakan semakin banyak wilayah resapan yang tertutup akibat kecepatan pembangunan. Padahal, lahan kritis di wilayah lereng Merapi masih luas. "Tutupan lahan bertambah di wilayah bagian atas yang sekarang banyak pembangunan," ungkapnya, Ahad (29/6).

Pembangunan untuk pemukiman dinilai Ephipana sulit dihindari karena pertambahan penduduk. Lantaran kondisi tersebut, pembangunan di wilayah lereng Merapi diminta mempertahankan fungsi resapan air. "Setiap luas lahan 60 meter persegi, pengembang harus buat 1,5 meter kubik sumur resapan air hujan serta membuat lubang biopori dan tanam pohon sebanyak-banyaknya," terangnya.  

Dengan semakin banyak wilayah resapan air yang tertutup, Wakil Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu mengatakan pembangungan harus berpatokan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Instansi pemberi izin seperti Dinas Pengendalian Tanah Daerah dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan diminta berkoordinasi dengan KLH untuk menyelamatkan wilayah resapan air. "Kalau berdiri di atas wilayah resapan air, jangan ditandatangani izinnya," kata Yuni.

Sejumlah wilayah Sleman yang berada dekat lereng Merapi seperti Kecamatan Cangkringan, Pakem, Turi, dan Ngemplak dinilai menjadi wilayah penyangga air. Karena itu, pembangunan seperti hotel besar dinilai tidak perlu ada. "Kegiatan yang memakai air banyak tak bisa diloloskan. Kalau sudah dihambat di Pakem, air makin sedikit bisa dimanfaatkan di bawah," ungkap Yuni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement