Sabtu 28 Jun 2014 06:13 WIB

Perbedaan Awal Ramadhan Harus Dihormati

Sidang isbat
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sidang isbat

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah Dr Abu Hapsin mengatakan, perbedaan penentuan awal Ramadhan yang kembali terjadi pada tahun ini harus dihormati.

"Perbedaan penentuan awal Ramadhan bisa saja terjadi karena metode yang digunakan berbeda, yakni NU menggunakan rukyat dan Muhammadiyah dengan hisab," katanya, Jumat (27/6).

Hapsin yang berada di Jakarta usai kunjungannya dari Belanda itu mengatakan, kedua metode yang digunakan dalam menentukan awal Ramadhan tersebut sama-sama benar sehingga tidak perlu dipertentangkan.

"Pemerintah pun tidak bisa memaksakan kepada umat untuk mengikuti salah satunya, sebab keberagamaan merupakan wilayah privat. Biarkan masyarakat sendiri yang memutuskan memilih yang mana," katanya.

Kalau pun kemudian pemerintah menentukan awal Ramadhan, kata dia, bukan berarti negara intervensi terhadap persoalan internal agama, sebab keputusannya juga diserahkan kembali kepada masyarakat.

"Kalau pun ternyata keputusan pemerintah sama dengan NU. Bukan berarti pemerintah ikut NU. Hanya kebetulan saja sama. Yang penting adalah saling menghormati, tidak perlu dirisaukan," ungkapnya.

Hapsin menjelaskan PBNU menetapkan awal Ramadhan 1435 Hijriah jatuh pada hari Minggu, 29 Juni 2014 karena rukyat atau pengamatan yang dilakukan di beberapa daerah melaporkan gagal melihat hilal.

Sidang isbat yang dilakukan Kementerian Agama Jumat ini juga menentukan awal Ramadhan jatuh pada Minggu (29/6), sementara Muhammadiyah memutuskan pada hari Sabtu (28/6) sebagai awal puasa.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement