Sabtu 28 Jun 2014 00:40 WIB

Anggaran Belanja Kesehatan Perlu Ditambah

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Esthi Maharani
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Foto: IST
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKMUI, Hasbullah Thabrany menilai persoalan kesehatan yang paling utama diperlukan adalah menambah belanja kesehatan.

Menurutnya, belanja kesehatan Indonesia yang dari 40 tahun lalu cuma kurang dari 3 persen produk domestik bruto itu yang membikin negeri ini tertinggal dibanding negara lainnya.

"Selama 40 tahun ini kurang dari 3 persen PDB. Makanya kualitas pelayanan jelek karena biayanya kecil-kecil sekali," katanya, Jumat (27/6).

Disisi lain, kata dia, kualitas pelayanan kesehatan juga harus ditingkatkan, tapi untuk meningkatkan kualitas pelayanan memerlukan biaya yang lebih besar.

"Sekarang ini kualitas rumah sakit kita jelek sekali, terbukti kalau pejabat sakit berobatnya ke luar negeri, mati di luar negeri," katanya.

Ia berharap pemimpin Indonesia ke depan memperhatikan sektor kesehatan. Termasuk meneruskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Abdul Razak Thaha pun menegaskan siapa pun Presidennya JKN tetap harus berlanjut.

''Ini merupakan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Jadi siapa pun itu tidak boleh melanggar UU itu," katanya.

Terlebih, kata dia, peta jalan (road map) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2012-2019 sudah diluncurkan untuk menjadi acuan bagi semua pihak dalam mencapai jaminan kesehatan sesuai UU SJSN dan UU BPJS. Dalam peta jalan tersebut, telah ditetapkan sejumlah aspek pendukung realisasi program, yakni aspek perundangan, kepesertaan, manfaat, serta iuran.

"Road Map ini harus juga dijalankan oleh Presiden. Berbagai pihak harus ikut memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan JKN," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement