REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum menilai banyaknya gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2014 yang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi disebabkan karena ketiadaan saksi dari partai politik di tingkat tempat pemungutan suara (TPS).
"Tidak adanya saksi di tingkat tps menyebabkan pihak yang mengajukan gugatan tidak memiliki data pembanding yang kuat ketika mengajukan gugatan sehingga ditolak MK," kata kata Koordinator Tim Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/6).
Menurut dia, sebagian besar gugatan PHPU adalah tudingan telah terjadi kesalahan penghitungan suara oleh KPU. Jika partai politik atau calon anggota legislatif tidak memiliki data C1 yang akurat maka MK tidak akan menerima keberatan yang diajukan.
Ia mengatakan dalam penyelesaian PHPU prinsip pembuktian ada pada pemohon, kalau bukti dan saksi yang diajukan tidak relevan maka gugatan ditolak, jika pemohon tidak dapat menguraikan dengan jelas kesalahan yang terjadi gugatan tidak diterima.
"Sebagai contoh pada beberapa daerah MK pada akhirnya memberikan perintah kepada KPU untuk melakukan penghitungan ulang di Manado, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur karena bukti yang diajukan partai politik selaku pemohon cukup kuat," kata dia.
"Misalnya ada pemohon yang menyatakan terjadi ksalahan penghitungan tapi tidak menyebutkan dimana kesalahan yang dilakukan KPU, pada TPS mana saja terjadi," kata dia.