REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan Amerika Serikat kepada pemerintah RI agar menyelidiki rekam jejak calon presiden nomor urut 1, Prabowo Subianto, dinilai bukan hal yang baru.
Pengamat politik dari Universitas Pertahanan (Unhan), Salim Said mengatakan, sikap AS yang mengintervensi politik dalam negeri Indonesia semacam ini bukan barang baru.
Menurut dia, pada zaman Presiden Suharto dulu, Dubes AS Paul Wolfowitz Dundes (1986-1989) juga pernah mengeluarkan pernyataan yang kesannya mencampuri urusan politik dalam negeri RI.
“Kala itu, Paul Wolfowitz mengatakan bahwa sudah waktunya Indonesia menjadi lebih demokratis dan lebih terbuka. Reaksi pemerintah dan masyarakat kita saat itu pun biasa-biasa saja, tidak ada protes sama sekali,” kata Salim kepada RoL, Selasa (24/6).
Salim berpendapat, posisi AS sebagai salah satu kekuatan utama dunia saat ini membuat pemerintah negeri Paman Sam merasa berhak untuk membahas masalah internal negara lain. Termasuk di antaranya isu pelanggaran HAM yang dituduhkan terhadap Prabowo.
“Jadi, hal seperti ini bukan kali pertamanya terjadi,” ujar Salim lagi. Sebelumnya, Pemerintah AS lewat dubes mereka untuk Indonesia, Robert Blake, mempertanyakan rekam jejak Prabowo Subianto yang sekarang berkompetisi pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.
Blake mengatakan pemerintah Indonesia harus menyelidiki tuduhan keterlibatan calon presiden Prabowo Subianto dalam pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM) pada dasawarsa 1990-an.Meski demikian, Blake buru-buru menambahkan jika pemerintahnya tidak memihak calon tertentu.