REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemeriksaan dan Riset Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, informasi seputar adanya tindak pidana pencucian uang di pasar modal sangat minim. Berbeda dengan informasi dari pihak perbankan.
“Makanya, kalau pencucian uang itu di pasar modal, sering kali agak sulit terdeteksinya. Kalau mereka misalnya tidak melaporkan, PPATK bisa tidak tahu dan ketika tahu bisa telat,” ujar Ivan kepada Republika, seusai acara “Workshop Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang di gedung PPATK, Jakarta Pusat, Jumat (20/6).
Menurutnya, salah satu pintu terjadinya tindak pidana pencucian uang itu ada di pasar modal, industri non perbankan. Sementara, kesadaran perbankan itu sudah pada level yang bagus. “Katakan (bank) sudah advan sedangkan non bank (pasar modal) itu masih medium, atau bahkan low,” katanya.
Dia menjelaskan, informasi menjadi tidak seimbang antara industri non perbankan dengan industri perbankan. “Kadang kita tahunya (TPPU) dari non bank itu tahu dari perbankan. Kita masuk ke non bank begitu tahu di bank lalu kita masuk. Tapi pada prinsipnya tidak ada masalah dari sisi penegakan hukumnya,” katanya.
Ivan menambahkan masalah di lapangan dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang terkait penyitaan, pemblokiran, aset revovery. Karena aset itu bisa disembunyikan di beberapa cara, beberapa instrumen dan modus.
Menurutnya, hambatan dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang saat ini lebih kepada modus yang sangat bervariasi. Penggunaan teknologi informasi, tidak lagi mengenal batas wilayah, komplikasi dari instrumen yang dipakai.