REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus Demam Berdarah di DIY terus meningkat dan kejadiannya sering sporadis. Karena itu terus diwaspadai. Perubahan iklim ekstrem yang tidak menentu, siklus Demam Berdarah juga berubah. Semula siklusnya lima tahunan, sekarang menjadi tiga sampai empat tahunan.
Hal itu dikemukakan Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Masalah Kesehatan (P2MK) Dinas Kesehatan DIY Daryanto Chadorie pada Republika, di ruang kerjanya, Kamis (19/6).
Dia mengakui di tahun ini sejak bulan Maret-April hingga Juni tren DB terus meningkat. Baru sekitar Agustus-September tren DB menurun.
Kasus DB di DIY tahun 2014 ini sampai bulan Mei terbanyak di Kabupaten Sleman sebanyak 274 kasus, di Kabupaten Bantul sebanyak 252 kasus, kemudian di Kota Yogyakarta sebanyak 177 kasus, di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 117 kasus dan di Kabupaten Kulonprogo sebanyak 117 kasus.
Selanjutnya yang meninggal akibat DB terjadi di tiga wilayah, semua ada enam kasus yang meninggal yakni dua kasus di Kota Yogyakarta, dua kasus di Kabupaten Kulonprogo dan dua kasus di Kabupaten Gunungkidul.
Penyebab meninggalnya akibat keterlambatan membawa pasien ke rumah sakit dan pasien sudah dalam keadaan shock. Dalam rangka antisipasi tidak meluasnya kasus DB di DIY, maka Dinas Kesehatan DIY menyiapkan logistik bagi kabupaten/kota yang mengalami kekurangan seperti insektisida,abate, RDT (Rapid Diagnostic Test) Dengue.
RDF Dengue ini untuk membantu penegakan diagnostik dan dalam waktu lima menit sudah diketahui apakah pasien terkena DB atau bukan. RDT Dengue ini akan lebih akurat bila ddilakukan pada hari ketiga demam, kata Daryanto.
Di samping itu, lanjut dia, untuk mencegah supaya jangan sampai terjadi kasus kematian akibat DB, Dinkes DIY juga melakukan refreshing bagi petugas kesehatan dalam rangka pentatalaksaan DB.
''Biasanya apabila di suatu wilayah terjadi kematian akibat DB, kami mengaudit kasus tersebut dan mendatangkan ahli DB dari UGM untuk melakukan kajian dan penatalaksanaan kasus apakah benar kematiannya akibat DB.