REPUBLIKA.CO.ID, KARIMUN -- Pembebasan lahan yang termasuk kawasan hutan lindung berdasarkan SK Menhut 463 untuk pembangunan jalan "Coastal Area" di pesisir pantai Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau menunggu keputusan Menteri Kehutanan.
"Kementerian Kehutanan berjanji akan membantu pengalihfungsian lahan yang akan dibebaskan itu. Jadi, kami berharap segera terealisasi," kata Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) Karimun Amran Syahidid di Tanjung Balai Karimun, Kamis.
Amran mengakui sebagian dari 16 hektare lahan yang akan dibebaskan termasuk kawasan hutan lindung berdasarkan SK No 463/Menhut-II/2013 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung.
Lahan tersebut, menurut dia, sudah sejak lama dikuasai masyarakat namun pengurusannya yang lambat mengakibatkan statusnya masih dianggap hutan lindung oleh pemerintah pusat.
"Sepanjang masyarakat yang menguasai lahan, mungkin tidak masalah. Persoalan baru muncul ketika lahan itu hendak dibebaskan pemerintah untuk kepentingan pembangunan karena menabrak SK Menhut itu," kata dia.
Pembebasan lahan "Coastal Area" itu, menurut dia, seyogianya sudah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional selaku institusi yang berwenang dalam membebaskan lahan untuk kepentingan umum sesuai amanat Undang-undang No 2 tahun 2012.
Namun demikian, BPN tidak dapat melaksanakan kewenangannya itu karena terbentur SK Menhut tersebut.
"Kemarin, saya sudah meminta BPN agar terlebih dahulu melakukan pengukuran terhadap lahan yang masih berstatus hutan itu sambil menunggu keluarnya keputusan baru dari Menhut," kata dia.
Menyinggung soal dikabulkannya gugatan Kadin Batam terhadap SK Menhut 463 oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Amran mengatakan putusan itu hanya berlaku untuk kawasan hutan lindung di Batam.
Kendati demikian, ia yakin putusan PTUN itu secara tidak langsung turut mempengaruhi Kementerian Kehutanan dalam menyusun keputusan atau kebijakannya mengenai persoalan yang sama di Kabupaten Karimun.
"Saya yakin pengaruhnya sampai ke Karimun, bahkan Provinsi Kepri secara keseluruhan," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setkab Karimun Dwiyandri mengatakan, pembebasan lahan seluas 16 hektare melalui Proyek Coastal Area belum terealisasi karena sebagian lahan masih berstatus hutan lindung sesuai SK 463.
"Tahun lalu, anggaran pembebasan 16 hektare lahan itu sudah dialokasikan namun batal dikucurkan. Tahun ini dianggarkan lagi, tapi belum terealisasi karena terkendala SK Menhut No 463," kata Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setkab Karimun Dwiyandri di Tanjung Balai Karimun.
Menurut Dwiyandri, luas lahan yang termasuk kawasan hutan tidak sampai 16 hektare, namun pembebasannya satu paket sehingga lahan yang tidak termasuk kawasan hutan juga tidak bisa dibebaskan.
"Pembebasannya tidak bisa separuh-separuh karena satu paket. Jadi, semuanya tidak bisa dibebaskan," katanya.
Ia menambahkan Bagian Tata Pemerintahan hanya berwenang mengalokasikan anggaran sedangkan pelaksanaannya menjadi kewenangan BPN.
Lahan seluas 16 hektare itu, tambah Dwiyandri, berlokasi di Tanjung Sebatak, Kecamatan Tebing yang diperuntukkan untuk menyambung jalan dari pesisir timur Tanjung Balai Karimun menuju Bandara Bati, Tebing.