REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajanan takjil Ramadhan perlu diwaspadai. Pasalnya pada 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 297 pelanggaran produk jajanan takjil ramadan.
Dari 2.256 sampel jajanan takjil yang diawasi BPOM, sekitar 13 persen (297 produk) tidak memenuhi syarat (TMS). Sisanya 87 persen atau 1.959 produk memenuhi syarat.
"Dari pelanggaran itu paling banyak jenis kudapan dan makanan ringan," ujar Kepala BPOM, Roy Sparringa dalam diskusi bertajuk Intensifikasi Pengawasan Pangan Ramadan dan Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1435 H Tahun 2014, di Aula Gedung C kantor BPOM, Kamis (12/6).
Secara rinci pelanggaran pada jenis produk yang diuji yakni kudapan 40 persen, makanan ringan 17 persen, es 12 persen, mie 12 persen, lauk pauk 9 persen, minuman pewarna atau sirup 4 persen, bubur 3 persen, jelly atau agar-agar 2 persen sedangkan bakso nol persen.
Dari hasil analisis yang dilakukan BPOM per wilayah tercatat Semarang paling menonjol yakni 48 persen. Disusul Palembang 41 persen, Bandar lampung 36 persen, Manokwari dan Pontianak masing-masing 32 persen, serta beberapa daerah lain yang persentasenya kurang dari 30 persen. Sementara di Manado, Bandung, Batan Gorontalo, Kendari dan Palu tidak ditemukan produk yang tidak memenuhi syarat.
Umumnya, kriteria tidak memenuhi syarat yakni produk tanpa izin edar, kemasan rusak, label tidak memenuhi ketentuan, dan kedaluwarsa. Namun, jajanan takjil yang tidak memenuhi syarat justru membahayakan lantaran adanya camputan zat kimia di dalamnya.
BPOM menemukan adanya zat formalin pada 13% sampel jajanan takjil, zat Rhodamin B pada 12 persen sampel, boraks sekitar 4 persen, sakarin 3 persen, benzoat 2 persen, dan methanyl yellow 1 persen. Formalin biasanya dicampurkan ke kudapan tahu atau mi, lauk pauk seperti ikan jambal, teri dan terasi. Sedangkan rodhamin B biasa dicampurkan pada es, sirup agar-agar, gulali, kerupuk dan cendol.
"Kami mengimbau kepada masyarakat agar lebih cermat dalam memilih dan mengonsumsi makanan," imbau Kepala BPOM.