REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lambannya penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) dinilai merusak citra polisi. Kepercayaan masyarakat terhadap profesionalitas kinerja kepolisian menjadi semakin menurun atau bahkan hilang.
"Kasus ini menjadi perhatian serius oleh publik secara luas. Kalau polisi seperti ini (lamban) masyarakat pasti tidak percaya lagi sama polisi," kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar saat dihubungi ROL, Senin (9/6).
Bambang mengatakan, publik saat ini menunggu kepastian dari kepolisian terkait perkembangan kasus JIS. Pasca ditetapkannya lima tersangka dari pegawai outsourcing JIS, praktis tidak ada perkembangan yang berarti. Padahal, kasus ini sudah berjalan lebih dari tiga bulan sejak korban pertama melapor.
Saat ini sudah ada total tiga korban yang melapor dugaan kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS. Menurut Bambang, harusnya polisi bisa dengan mudah untuk mengembangkan kasus ini serta membongkar semuanya.
Sebab, kata dia, korban sudah jelas mengaku mengalami kekerasan seksual, hasil pemeriksaan terhadap korban juga sudah terbukti, lokasi kejadian juga sudah jelas. Bahkan, ada korban yang mengaku pernah dilecehkan oleh oknum guru berambut pirang dan lain-lain.
"Tapi kenapa begitu lama? Publik ini menunggu. Atau sengaja dibuat lama supaya publik lupa? Ini ada apa?," ujarnya.
Menurutnya, kasus JIS tidak hanya menyangkut masalah personal pelaku kekerasan seksual dengan korbannya. Tapi lebih dari itu juga melibatkan secara kelembagaan. Apalagi, kata dia, JIS merupakan sekolah bereputasi internasional yang dikelola oleh pihak asing.
Namun, Bambang berharap polisi tidak segan dan membeda-bedakan dalam penanganan kasus meski kasus JIS melibatkan orang asing.
Seperti diketahui, sejak dilaporkan oleh salah satu orang tua korban pada 24 Maret lalu, Polda Metro Jaya belum mampu mengungkap tersangka lain yang ada di sana. Meskipun korban ada yang mengaku dilecehkan oleh oknum guru JIS yang berambut pirang.