REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokumen rahasia hasil sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) atas nama Prabowo Subianto bocor ke publik. Surat tersebut pada intinya memberikan rekomendasi untuk memecat Prabowo dari militer.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman menilai bocornya dokumen tersebut harus dijelaskan oleh TNI. Sebab, surat tersebut seharusnya tidak bisa dipegang oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.
"Saya rasa, masalahnya sudah lama. Saya rasa pihak berwenang harus evaluasi itu. Dokumen itu tidak boleh bocor pada mereka yang tidak berkepentingan," katanya di Istana Negara, Senin (9/6).
Ia menduga dokumen tersebut dimiliki oleh Markas Besar (Mabes) TNI. Karena itu, ia beranggapan jajaran TNI harus melakukan evaluasi sebab dokumen rahasia tidak boleh keluar dari Mabes TNI.
Apakah ada unsur politis dan kesengajaan? Marciano enggan memberikan komentar mengenai hal tersebut.
Surat yang disebut sebagai keputusan DKP itu beredar luas di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Dalam dokumen itu, surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani para petinggi TNI saat itu, di antaranya Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI.
Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.
"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan," demikian isi surat tersebut.