Jumat 06 Jun 2014 11:19 WIB

Sebagian Pengrajin Batik Enggan Gunakan Pewarna Alam

Kain batik
Foto: Noravedika/Antara
Kain batik

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengrajin batik asal Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah, sebagian mengaku enggan menggunakan pewarna dari alam karena berakibat pada menipisnya keuntungan yang diperoleh dalam berjualan batik.

"Kalau dijual lakunya tidak seberapa tapi prosesnya lama sekali dan agak rumit, jadi saya lebih suka menggunakan pewarna dari sintetis," kata seorang pengrajin batik asal Kendal, Kirman, di Semarang, Jumat (6/6).

Menurutnya jika memproduksi batik tulis dengan pewarna sintetis dalam satu hari bisa menghasilkan satu potong kain namun tidak demikian jika memproduksi batik tulis dengan pewarna alam yang prosesnya membutuhkan waktu hingga satu minggu.

"Saya untuk membuat batik tulis tanpa didesain dulu bisa selesai dalam satu hari, proses pewarnaan juga cepat tapi kalau untuk batik warna alam ini pencelupan bisa dilakukan sampai puluhan kali untuk memperoleh warna sesuai yang diinginkan," jelasnya.

Kirman juga mengaku batik dengan pewarna alam kurang digemari karena warnanya yang terlalu lembut sedangkan karakteristik batik pesisir adalah penuh warna cerah. "Kebanyakan pembeli saya seleranya dominan warna cerah kalau warna alam selain terlalu 'soft' juga gampang pudar," ujarnya yang pernah memproduksi batik dengan pewarna alam selama tiga bulan ini.

Untuk harga jual pun dirinya tidak berani menjual terlalu mahal karena khawatir tidak laku, jika untuk batik sintetis dijual dengan kisaran harga Rp 350 ribu untuk pewarna alam juga tidak berbeda jauh yaitu kisaran Rp 400 ribu.

Sementara itu pengrajin batik dengan pewarna alam Sipon Sunardi dari Batik Retno Mulyo mengaku memproduksi batik jenis tersebut karena saat ini peminatnya sangat banyak. "Memang untuk prosesnya sangat rumit dan butuh waktu lama tapi penjualan untuk pewarna alam ini justru lebih luas, kalau di Semarang kami menjual sekitar Rp 500 ribu di Jakarta harganya bisa mencapai Rp 700 ribu," jelasnya.

Berbagai bahan baku yang digunakannya di antaranya kayu jambal, teger, mahoni, jati, dan tingi selain itu pengrajin asal Bayat Klaten ini juga menggunakan pasta daun indigo, tom, dan buah jolawe.

"Untuk bahan bakunya gampang diperoleh dan harganya juga cukup murah yang membuat harga batik ini jadi mahal karena prosesnya yang lama dan rumit," jelasnya.

Sipon mengatakan bagi penggemar batik dengan pewarna alam harus memperhatikan betul cara penyimpanan dan menjaga batik agar warna tidak mudah pudar. "Untuk penyimpanan seharusnya jangan dilipat karena pada warna bekas lipatan akan cepat memudar selain itu setelah dicuci jangan dijemur langsung kena matahari cukup diangin-anginkan saja," tukasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement