REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dan praktisi perkoperasian Suroto menilai koperasi di Indonesia membutuhkan gerakan revolusi untuk membuatnya maju sekaligus menemukan peran idealnya sebagai sosok guru perekonomian negara.
"Untuk membangun koperasi di Indonesia saat ini memang kita butuh sebuah revolusi, ya semacam revolusi mental," kata Suroto yang juga Ketua Lembaga Studi Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LSP2K) di Jakarta, Selasa (3/6).
Ia berpendapat sekarang ini kalau memang ingin membuat pembaharuan bagi koperasi maka langkah revolusionerlah yang diperlukan.
Suroto mencontohkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM harus tegas mencabut badan hukum bagi koperasi yang tinggal papan nama dan rentenir berkedok koperasi yang jumlahnya 70 persen dari total jumlah koperasi yang lebih dari 200 ribu unit. "Cabut saja agar masyarakat tahu mana koperasi yang bener sama tidak," katanya.
Oleh karena itu ia berharap pemerintahan baru mendatang ini setidaknya mau mengangkat Menteri Koperasi yang mengerti persoalan koperasi sesungguhnya.
Ia juga mengingatkan saat ini koperasi di seluruh dunia sedang mengonsolidasikan diri sebagai kekuatan gerakan yang efektif dalam Proyek Dekade asi 2020.
"Misalnya di Kanada, Prancis, di sana koperasi benar-benar berperan, di negara tetangga kita juga koperasinya maju, dan kita ketinggalan dalam banyak hal," katanya.
Ia menambahkan PBB juga sudah mengakui koperasi sebagai kekuatan pembaharuan sosial yang efektif dalam mengurangi pengangguran, kemiskinan, integrasi sosial, dan lain sebagainya.
"Kita perlu UU Perkoperasian baru yang memberikan pengakuan, distingsi, dan perlindungan bagi koperasi di Indonesia," katanya.