Selasa 03 Jun 2014 06:00 WIB

Boko Haram, Kebiadaban, dan Barat (II)

Professor Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Professor Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Saudi Arabia adalah sebuah kerajaan yang serba paradoks: bersahabat dengan Barat dalam menghadapi Iran, tetapi dalam tempo yang sama membiarkan virus radikal salafi berkeliaran di muka bumi dengan topangan petro-dolar yang melimpah. Baik Iran mau pun Arab Saudi turut bertanggung jawab atas kematian ribuan rakyat Suria, apakah itu dilakukan oleh rezim Asad atau oleh pihak oposisi. Di mana-mana di dunia, rakyat jelata adalah yang paling banyak menjadi korban dan menderita, termasuk anak-anak dan kaum perempuan. Hati nurani para elite yang bersaing untuk berebut kuasa telah lama lumpuh dan mati suri. Akan berapa lama lagi elite dunia Islam untuk menjadi sadar kembali dari kebodohan dan kelumpuhan nuraninya?

Penculikan bulan April 2014 atas murid-murid sekolah perempuan, bahkan ada yang baru berusia sembilan tahun, dilakukan secara sadis dengan memaksa para gadis itu naik ke truk-truk yang telah disiapkan, lalu dilarikan entah ke mana. Terbetik kabar, mereka akan dijual sebagai budak ke negara-negara tetangga. Alangkah kejinya perbuatan ini, pakai jubah agama lagi! Sementara Presiden Jonathan tampaknya tidak berdaya menghadapi pasukan Boko Haram ini, lalu minta bantuan internasional. Israel langsung memberikan jawaban positif untuk segera membantu. Dengan keterlibatan negara Zionis di sini, situasinya akan menjadi semakin ruwet dan eskalatif.

Nama Boko Haram ini sendiri masih diperdebatkan, apa makna yang sebenarnya. Dr. Ahmad Murtada dari Dept. Kajian Islam, Universitas Bayero, Kano, menyatakan bahwa nama gerakan itu tidak perlu difahami secara harfiah dalam bahasa Hausa, tetapi makna kandungannya adalah “traversing the Western system of education is haram” (melintasi sistem pendidikan Barat itu adalah haram). Mereka tidak sadar telah menjadi pion Barat di Afrika menghadapi pengaruh Cina yang semakin luas, persis seperti nasib pasukan Mujahidin di Afghnaistan yang dilatih CIA dalam upaya memenangkan Perang Dingin menjelang akhir abad yang lalu. Setelah Uni Soviet berantakan, pasukan terlatih ini dilupakan begitu saja. Boko Haram mesti juga dibaca dalam konteks seperti itu. Barat,

khususnya Amerika Serikat, akan mendukung siapa saja, asal kepentingan politik globalnya mencapai sasaran. Dunia Islam yang ringkih dan bodoh terlalu rentan berhadapan dengan politik akrobatik neo-imperialisme Barat ini.

Kurt Nimmo dalam Global Research, tertanggal 10 Mei 2014, menulis: “Di samping bantuan dari Saudi, Boko Haram telah pula menerima bantuan tak langsung dari NATO (North Atlantic Treaty Organization) via tentara sewaan Al-Qaeda Libya.” Nile Bowie yang dikutip Nimmo menulis: “Selama wawancara yang dilakukan Al-Jazirah dengan Abu Mousab Abdel Wadoud, pemimpin AQIM (Al-Qaeda in the Lands of Islamic Maghreb) menegaskan bahwa organisasi-organisasi yang berpangkalan di Algeria telah memasok senjata kepada gerakan Boko Haram Nigeria ‘untuk mempertahankan umat Islam di Nigeria dan menghentikan kemajuan kelompok Salib minoritas.’ Terdokumen dengan sangat baik bahwa anggota Al-Qaeda (AQIM) dan Kelompok Pejuang Islam Lybia (LIFG) yang turut berperang di antara pemberontak Lybia telah menerima bantuan senjata dan logistik secara langsung dari negara-negara blok NATO selama konflik Lybia tahun 2011.”

Di mata Amerika dan Perancis, AQIM dan Boko Haram dianggap kurang berbahaya dibandingkan Cina. Timothy Alexander Guzman menulis: “Amerika dan Perancis merencanakan untuk melawan ancaman itu bersama dengan pemerintah-pemerintah boneka Afrika yang menjadi tantangan bagi pengaruh ekonomi dan diplomatik Cina di kawasan itu.” Barat takut benar terhadap ancanam Cina yang kini sedang beroperasi di benua hitam itu untuk semakin meluaskan hegemoni pengaruhnya berhadapan dengan dunia kapitalis.

Akhirnya, di samping menyebut kebiadaban Boko Haram, tuan dan puan jangan pula lupa mengutuk kebiadaban yang lebih dahsyat dua dasa warsa yang lalu oleh sanksi Amerika atas Irak yang telah membunuh sekitar 650 ribu anak-anak di negeri yang kemudian terkoyak oleh perang yang dipaksakan Barat itu. (Lih. Chandra Muzaffar, “Boko Haram and the Politics of Terror” dalam Coounter Punch, 13 Mei 2014). Pendek kata, semakin kacau Dunia Islam, semakin mudah dijadikan mangsa pihak Barat. Di mana Islam, di mana kesadaran nurani, adalah masalah sentral yang belum terjawab oleh umat Islam sedunia yang jumlahnya sekitar 1,6 miliar itu. Alangkah berat dan hinanya hidup dalam kebodohan!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement