Ahad 01 Jun 2014 13:19 WIB

Ini Buktinya, Lokalisasi Dolly Hancurkan Masa Depan Anak-Anak

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Hafil
Massa aksi yang tergabung dalam beberapa elemen masyarakat Surabaya melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/5). Ratusan warga tersebut mendukung Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dolly-Jarak.
Foto: antara
Massa aksi yang tergabung dalam beberapa elemen masyarakat Surabaya melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/5). Ratusan warga tersebut mendukung Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dolly-Jarak.

REPUBLIKA.CO.ID,  SURABAYA -- Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), untuk menutup lokalisasi prostitusi Dolly pada 19 Juni 2014 terus mendapatkan dukungan masyarakat luas di jejaring sosial facebook (fb). Tidak terkecuali warga yang berdomisili di kawasan tersebut yang menyaksikan sendiri bagaimana Dolly merusak generasi muda di daerah tersebut.

Melalui fan page Fb 'Save Risma', berbagai berita mengenai rencana penutupan Dolly yang diunggah di fan page tersebut mayoritas didukung masyarakat luas. Bahkan, akun dengan nama Yayak Tri Widodo C berkomentar bahwa dia adalah warga yang tinggal di lokalisasi yang disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara itu.

Sehingga, ia mengaku tahu persis bagaimana adanya Dolly memberikan dampak buruk untuk anak-anak sekitar. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bahwasanya banyak anak di Dolly yang berusia 4-6 tahun yang ternyata tidak belajar mengaji. 

“Kemudian masih banyak anak-anak yang keluyuran pada pukul 00.00 WIB dan melihat aktifitas para pekerja seks komersial (PSK) Dolly sudah jadi makanan setiap pagi,” komentarnya seperti dikutip Republika, Ahad (1/6).

Efek buruk Dolly tak berhenti sampai disitu. Di rentang usia 7-12 tahun, kata dia, anak-anak yang tinggal di Dolly sudah menjadi pelanggan di warung rokok. Kemudian saat di usia antara 13-15 tahun, mereka sudah bisa kabur dari rumah dan mengkonsumsi minuman keras (miras) dipinggir jalan. Bahkan banyak remaja Dolly yang sudah menikah atau bahkan sudah punya anak ketika baru menginjak usia 16-18 tahun. I

tu semua terjadi karena warga setempat rela ketika akhlak anak-anaknya rusak karena lingkungan yang seperti itu. Setelah melihat menjadi saksi mata dampak buruk Dolly, ia meminta supaya pihak-pihak yang menolak Dolly ditutup agar berpikir ulang. 

“Hai pembela Dolly apakah dengan akhlak anakmu yang seperti itu kau anggap kau beruntung dengan adanya Dolly. Atau mungkin Tuhan sudah menutup mata hati kalian untuk bisa membedakan mana keuntungan dan mana kerugian, coba renungkanlah,” ujarnya.

Ia juga khawatir seluruh wilayah Dolly terkena azab dengan gempa jika masyarakat tetap menolak lokalisasi ditutup dan lebih memilih uang.

Sementara itu, akun fan page fb lainnya dengan nama Gumandarian Prad berkomentar, Dolly tidak boleh dibiarkan terus berdiri. Ia juga meminta pihak-pihak yang menginginkan Dolly tetap berdiri, termasuk ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana yang bahkan sempat mengancam menerjunkan kadernya jika Dolly ditutup dengan represif agar berpikir ulang dengan sikapnya.

“Bayangkan jika anak anda mengais rezeki dari Dolly (menjadi PSK), maka bagaimana berasaan anda?” komentarnya.

Dengan efek buruk Dolly, ia memohon supaya tempat itu segera ditutup. Ia bahkan meminta penutupan Dolly tidak boleh mengalami penundaan. 

“Jika tidak merubah Dolly dari sekarang, maka harus menunggu sampai kapan lagi?ini bukannya sok alim, sok pintar, dan sok berdikari karena ini adalah suara hati belas kasih,” ujarnya.

Tak hanya itu, kata Gumandarian, ketika Dolly berhasil ditutup maka harga diri PSK setempat akan diangkat pada titik teratas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement