REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- SAH (14), siswa sekolah berkebutuhan khusus Santa Maria Imaculata yang melaporkan adanya tindak kekerasan, mengaku mendapat cubitan dan pukulan dari seseorang di sekolahnya.
"Beberapa kali. Dipukul pakai sodet kayu," kata SAH saat ditemui Kamis di rumahnya di kawasan Kopo Permai, Bandung.
SAH mengatakan ada salah satu petinggi sekolah itu yang sering membawa sodet kayu di kantong bajunya. Karena itu, orang tua SAH, Tonny Heryanto (54) dan Idawati Gandasasmita (50), menduga tidak hanya anaknya yang mengalami kekerasan.
Selain dicubit dan dipukul, SAH juga mengaku sering diseret ke kamar mandi apabila buang air besar. Saat itu, kondisinya sudah lemas dan ditidurkan di atas matras.
"Jadi diseret matrasnya ke kamar mandi kemudian dia disiram," kata Tonny.
Karena itu, Tonny mengatakan saat dibawa pulang dari Jakarta ke Bandung, SAH sudah lemas tidak bisa berjalan dan di tubuhnya terdapat luka lebam. Bahkan di kedua telapak kakinya terdapat luka bakar yang sudah mengalami infeksi.
"Kata pihak sekolah, luka bakar di telapak kakinya karena pengobatan tradisional moxa. Dia terluka karena memberontak saat diobati. Kalau hanya tersenggol tidak mungkin lukanya sedalam itu," tuturnya.
Tonny mencontohkan luka bakar akibat tersundut rokok, tentu akan berbeda dengan luka akibat ditekan dengan rokok yang membara. Moxa adalah pengobatan tradisional menggunakan bara api yang hanya digunakan panasnya, tidak sampai tubuh terkena bara.
Terkait dengan konfirmasi pihak sekolah kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa SAH mengidap Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP), Tonny mengatakan tidak ada penyakit itu pada anaknya.
"Awalnya memang dokter menduga ITP. Tetapi setelah didiagnosis lebih lanjut, ternyata bukan ITP. Trombositnya juga sempat turun drastis hingga 8.000, tapi kata dokter lebam akibat penurunan trombosit tidak akan separah itu," katanya.
Sebelumnya, pihak Santa Maria Imaculata telah mengonfirmasikan dugaan kasus kekerasan yang menimpa SAH kepada KPAI pada Rabu (28/5).
"Hari ini kami bertemu dengan pihak sekolah untuk mengonfirmasikan terkait dugaan kasus kekerasan yang menimpa murid dari sekolah berasrama untuk anak berkebutuhan khusus tersebut," kata Komisioner KPAI Susanto saat ditemui di kantornya, Rabu.
Namun, Susanto menyayangkan yang hadir memenuhi panggilan KPAI bukan kepala sekolah melainkan jajaran pimpinan lainnya bersama salah seorang wali murid.
"Kami berharap kepala sekolah yang datang karena yang bersangkutan dianggap mengerti proses mengajar di sekolah tersebut detik demi detik," katanya.
Menurut Susanto, pihak sekolah membantah telah ada tindak kekerasan terhadap SAH. Trauma fisik pada tubuh SAH disebutkan karena kelainan kekebalan tubuh yang disebut ITP.
"Kebanyakan kasus ini akan muncul pada penderita yang kurang perhatian dari aspek medis," ujar Susanto.