REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksepsi atau pembelaan dua terdakwa kasus dugaan penipuan asuransi, Direktur Utama PT Asuransi Intra Asia, Rendra Prapantsa, dan Regional Manager PT Asuransi Intra Asia, Yudi Irianto, ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Selain menolak eksepsi kedua terdakwa, Majelis Hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan sidang penipuan 13,750 miliar rupiah. Dalam sidang pertama, Majelis Hakim yang dipimpin Jamaluddin Samosir, menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Rendra.
"Mengadili, menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan kuasa hukum terdakwa. Memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara tersebut ke tahap berikutnya," kata Jamaluddin dalam sidang putusan sela di PN Jakarta Pusat, Rabu (28/5).
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat dakwaan JPU telah cermat dan lengkap dan dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. "Bahwa mengenai error persona tidak dapat diterima karena itu harus dibuktikan terlebih dahulu dalam persidangan. Dan ketiga, Majelis Hakim berpendapat penerapan hukum dalam dakwaan sudah benar," ujar Jamaluddin.
Sedangkan dalam sidang putusan sela kedua, Majelis Hakim yang dipimpin Robert Siahaan juga menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum Yudi. "Mengadili, menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan kuasa hukum terdakwa. Memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara tersebut," kata Robert. Sedangkan yang menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim untuk menolak eksepsi Yudi, sama dengan terdakwa Rendra.
Karena sudah ditolak maka Majelis Hakim akan melanjutkan sidang kembali pada 9 Juni mendatang. Sementara itu menurut JPU, Nano Sutarno, karena eksepsi kedua terdakwa ditolak maka pihaknya akan melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Yang akan dipanggil sebagai saksi adalah dari pihak korban yaitu dari PT Premier Resources Indonesia (PRI)," kata Nano.
Dijelaskannya, Majelis Hakim menolak eksepsi kedua terdakwa, karena pembelaan yang diajukan sudah masuk dalam pokok perkara. "Padahal kan harus diperiksa dulu," kata Nano. Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa Rendra, mengatakan, bahwa kasus ini lebih ke perdata ketimbang ke pidana.
Dalam sidang dakwaan sebelumnya, JPU mendakwa Rendra melakukan penipuan dan penggelapan dalam proses pengeluaran Jaminan Uang Muka atau Advance Payment Bond (APB), yang merugikan PT PRI, selaku pemegang APB. JPU mendakwa Rendra secara berlapis dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 56 ayat 2 KUHP dan Pasal 372 KUHP jo Pasal 56 ayat 2 KUHP.
Dalam dakwaan pertama, jaksa menjerat Rendra dengan pasal penipuan karena selaku Dirut Intra Asia seharusnya mengetahui Jaminan Uang Muka yang dikeluarkan kantornya, yang dibuat atas permintaan Deddy Sugiyarto, Direktur Operasional PT Duta Sari Perdana (DSP) dan Soeparman Duto Pradono, Komisaris DSP, ternyata pada saat Jaminan Uang Muka tersebut dicairkan oleh PRI ke Intra Asia, baru diketahui bahwa Jaminan Uang Muka tersebut hanya sebagai formalitas belaka atau syarat untuk memenuhi kelengkapan dokumen kontrak perjanjian yang diminta oleh PT PRI.
"Namun terdakwa (Rendra) malah memberikan sarana dan kesempatan untuk terbitnya Jaminan Uang Muka tersebut, dengan membiarkan saksi Yudi Irianto, selaku Regional Manager Intra Asia menyetujui dan menandatangani polis asuransi Jaminan Uang Muka, yang menjamin pengembalian uang muka, yang diserahkan DSP ke PRI, untuk pembelian batubara senilai 27,5 miliar rupiah," kata Nano.
Dimana dengan keluarnya Jaminan Uang muka dari Intra Asia tersebut, meyakinkan PRI setelah menandatangani kontrak jual-beli batubara dengan DSP. Padahal kenyataannya, Jaminan Uang Muka yang dikeluarkan Intra Asia, dan dibuat berdasarkan permohonan DSP, hanya sebagai formalitas belaka atau tidak dapat digunakan untuk mencairkan uang muka 13,750 miliar rupiah.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, jaksa mendakwa Rendra telah melakukan penggelapan terhadap uang 13,750 miliar rupiah, yang telah dibayarkan PRI ke DSP.
Seperti diketahui kasus penipuan asuransi ini bermula saat Direktur Operasional DSP, Deddy Sugiarto, yang mengaku memiliki SPK untuk tambang batubara di Sungai Danau, Kalimantan Selatan, sepakat untuk melakukan kontrak jual-beli batubara, dengan Direktur PRI, Kamaludeen Muhammed Farooq Maricar. Atas permintaan DSP, PRI memberikan uang muka sebesar 50 persen atau 13,750 miliar rupiah, (dari nilai kontrak 27,5 miliar) kepada DSP, dengan perjanjian DSP harus mengirim batubara sebanyak 50 ribu metrik ton.
DSP menyerahkan Jaminan Uang Muka kepada PRI dan PRI lalu membayar uang muka 13,750 miliar rupiah. Dengan harapan, ketika terjadi wanprestasi, PRI dapat mengajukan klaim dan mendapat penggantian atas uang muka 13,750 miliar dari Intra Asia, atas uang yang telah dibayarkan ke DSP tersebut.
Dalam perjalanan waktu, DSP ternyata tidak juga mengirimkan batubara, yang dipesan PRI, sehingga PRI mengajukan klaim pencairan Jaminan Uang Muka 13,750 miliar ke Intra Asia. Namun klaim yang diajukan, ditolak dengan alasan Jaminan Uang Muka yang dibuat dan diajukan DSP, ternyata hanyalah formalitas belaka atau syarat untuk memenuhi kelengkapan dokumen kontrak perjanjian saja. Atas dasar tersebut, PRI merasa dirugikan oleh DSP dan Intra Asia dan mengajukan proses hukum terhadap keduanya.
Hingga kini, telah diputus bersalah oleh Hakim PN Jakarta Pusat atas kasus penipuan dan penggelapan ini dari pihak Intra Asia yaitu Singgih Andhika selaku Asisten Technical Manager (Underwriting) selama 1 tahun 8 bulan, dan agennya yaitu Michael Mindo Kristanto 1 tahun 8 bulan. Untuk Daswa, sudah divonis dua tahun enam bulan. Untuk terdakwa dari pihak DSP yaitu Soeparman DT dan Deddy Sugiyarto, divonis tiga tahun.