REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) di Sulawesi Tengah melakukan pemberdayaan sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan lindung itu serta meningkatkan taraf hidup mereka.
Bentuk pemberdayaan yang dilakukan oleh TNLL itu pemberian stimulan berupa bantuan alat pertanian, termasuk bibit, obat dan alat penyemprot, seperti yang dilakukan pada kelompok masyarakat di Desa Marena, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Kamis.
TNLL juga memberikan bantuan berupa alat untuk pembuatan keripik lele dan singkong.
Kelompok masyarakat Desa Marena yang mendapatkan bantuan tersebut, semuanya adalah kaum perempuan.
"Kami berharap dengan adanya bantuan ini paling tidak dapat menopang keuangan keluarga," kata Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL) Ahmad Yani.
Ia mengatakan sebelum bantuan disalurkan, kelompok masyarakat penerima manfaat terlebih dahulu telah mendapatkan pelatihan.
Mereka sebelumnya diberikan pelatihan dan keterampilan bagaimana mengembangkan budidaya cabe dan juga membuat keripik singkong yang berkualitas.
"Pelatihan disesuaikan dengan bidang usaha yang akan dikembangkan," katanya.
Kalau menyangkut pembuatan keripik singkong dan lele bekerja sama dengan Dinas Perindagkop. Sedangkan khusus untuk bidang usaha pertanian bekerja sama dengan Dinas Pertanian.
Selain memberikan bantuan, pihak BBTNLL juga akan menyediakan tenaga pendamping agar mereka tidak mengalami kendala di lapangan saat mengembangkan usaha.
"Kita siapkan tenaga pendamping dan mereka akan diberikan insentif dari pihak TNLL," kata Ahmad Yani.
Ahmad Yani juga menambahkan sebelumnya, kelompok masyarakat adat di Desa Bunga, Kecamatan Palolo, juga mendapatkan program pemberdayaan serupa.
Hanya saja, di Desa Bunga kelompok masyarakat yang dibina oleh BBTNLL, seluruhnya kaum laki-laki dari suku Da'a.
Mereka akan mengembangkan usaha pertanian yang dipadukan dengan tanaman kehutanan. "Nanti mereka akan kami bawa ke sekolah pertanian di Sidera untuk belajar beberapa hari di sana tentang pengembangan komoditas pertanian dan kehutanan," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Bidang Wilayah I BBTNLL, Agus Ngura Krisna. Bidang Wilayah I membawahi wilayah kerja mulai dari Desa Pakuli, Kecamatan Gumbasa sampai Gimpu, Kecamatan Kulawi Selatan.
Ia menambahkan tujuan utama dari program pemberdayaan yang dilakukan oleh BBTNLL semata-mata demi meningkatkan penghasilan keluarga masyarakat yang selama ini berada dalam dan berbatasan langsung dengan kawasan.
Usaha-usaha yang ditawarkan kepada masyarakat, katanya tentu disesuaikan dengan kondisi yang ada di setiap desa. "Parti tidak sama satu dengan desa lainnya," katanya.
Menurut dia, yang paling penting sebelum mereka diberikan bantuan dana maupun dalam bentuk peralatan, setiap kelompok masyarakat yang akan diberdayakan terlebih dahulu mendapatkan pelatihan dan keterampilan.
"Kita siapkan dulu sumber daya manusianya, baru diikuti dengan peralatan penunjang," ujarnya.
Di sekitar TNLL hingga kini terdapat sebanyak 69 desa. "Kita akan upayakan berdayakan masyarakat di 69 desa tentu secara bertahap dilakukan karena keterbatasan anggaran," kata Agus.
Pihak Kecamatan Kulawi menyambut positif kegiatan yang diprogramkan BBTNLL sebagai wujud nyata dari kepedulian dan perhatian kepada masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan lindung.
"Saya amat senang dan mendukung sepenuhnya program ini demi peningkatan ekonomi masyarakat desa," katanya.
Apalagi, kata Agie, program Pemkab Sigi adalah satu desa satu program unggulan. Artinya, setiap desa harus punya satu produk unggulan.
Misalnya, kata dia, Desa Marena produk unggulan kerajinan dari bambu atau keripik singkong dan lainnya.
Menurut dia, yang sangat penting adalah bagaimana masyarakat memanfaatkan semua peluang dan bantuan dengan benar dan maksimal.
Kalau masyarakat dapat memanfaatkan sesuai dengan yang diharapkan, niscaya ekonomi keluarga akan meningkat dan Desa Marena akan menjadi desa yang produktif dan punya produk diunggulkan.
Soal pemasaran, menurut Agie tidak ada masalah. Semua bisa dijual, baik di pasar lokal di desa atau kecamatan, juga di Palu. Pembelinya dinilai cukup banyak dengan syarat produksinya berkualitas dan dibutuhkan masyarakat.