Selasa 20 May 2014 16:36 WIB

Jatam Sebutkan Enam Modus Mafia Energi-Tambang

Sebuah lokasi tambang
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Sebuah lokasi tambang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan enam modus mafia energi tambang yang biasanya memanfaatkan kondisi politik seperti pada saat kampanye Pemilu 2014.

"Wacana koalisi dan saling dukung antarparpol apakah mampu untuk mengusung program perbaikan tata kelola sumber daya alam yang menjadi 'pekerjaan rumah' bagi pemerintah selanjutnya," kata Manajer "Emergency Response" Jaringan Advokasi Tambang Ki Bagus Hadi Kusuma dalam diskusi yang bertajuk "Mencegah Mafia Migas dan Tambang Berperan dalam Pilpres 2014" di Jakarta, Selasa.

Bagus menyebutkan secara umum modus mafia tambang dan energi dalam melakukan aksinya, antara lain kekuasaan politik, seperti pemberian izin, penyalahgunaan wewenang dan pembiaran.

"Kedua, produk kebijakan, terutama dalam sektor pertambangan antara lain mineral, batubara, minyak dan gas serta kehutanan," katanya.

Ketiga, lanjut dia, tawar-menawar (bargaining) dalam politik dan keempat kroni.

"Bargaining politik ini diartikan dengan bagi-bagi konsesi tambang atau sumber daya alam, saling dukung kepemimpinan dan balas jasa, sementara itu kroni bisa dilihat dari kedekatan pengusaha dan penguasa yang saling menguntungkan," katanya.

Dia menambahkan kelima yakni jaminan politik dan keamanan dan keenam yakni investasi langsung yang melibatkan pemilik perusahaan atau saham dan pelaksana proyek pemerintah.

Untuk itu, Bagus mengimbau kepada capres dan cawapres untuk tidak melibatkan mafia-mafia energi dan tambang untuk menghindari "balas jasa" tersebut.

Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah mengidentifikasi 10 permasalahan dalam pengelolaan tambang yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp14 triliun.

Sejak 2009, tercatat 56 korban meninggal, 73 korban tertembak, 604 ditangkap dan 321 dianiaya. Pada 2012, jumlah konflik mencapai 198 kasus dan pada 2013 meningkat menjadi 396 kasus.

Sementara itu, Kepala Divisi Pengembangan Jaringan Seknas Fitra Hadi Prayitno menyebutkan rasio pajak penetapan pajak sebesar 12,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) mengakibatkan 27 persen belanja negara harus dibebankan kepada sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) selama empat tahun terakhir.

"Padahal 97 PNBP diterima dari kegiatan eksploitasi tambang dan migas sebagaimana dalam APBN 2014 yang mencapai angka Rp198 triliun," katanya.

Karena itu, Hadi dan sejumlah LSM juga meminta capres dan cawapres untuk membeberkan secara transparan sumber-sumber dana politik dan kampanye Pemilu 2014 dan secara tegas menutup pintu donasi kampanye dari para mafia tambang dan energi.

Ke depannya, lanjut dia, presiden-wakil presiden terpilih diharapkan mampu melaksanakan perbaikan kebijakan dan tata kelola energi dan pertambangan yang lebih memihak pada masyarakat serta membersihkan jajaran koalisi dan calon kabinet maupun instansi pemerintahannya dari intervensi para mafia energi dan tambang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement