REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus kewenangannya sendiri dalam menyidangkan sengketa pilkada dinilai aneh. Pengadilan tinggi tersebut justru dianggap tidak menjalankan tugasnya sebagai pengawal konstitusi.
Pengamat Hukum Tata Negara UI, Refly Harun mengatakan, pesan kontitusi adalah menjaga berlangsungnya pemilu secara jujur dan adil. Kalau MK berfungsi menjaga kualitas kontitusi, salah satunya adalah menyidangkan sengketa pilkada.
"Kenapa ditolak, pemilu dan pilkada adalah adalah satu hal yang sama, ada penyelenggaranya yakni KPU dan badan pengawasnya panwaslu atau bawaslu. Lalu ujungnya harus berbeda yakni MK dan MA," tanya Refli saat dihubungi Republika, Senin (19/5).
Dengan dikembalikannya sengketa pilkada ke MA atau pengadilan di bawahnya maka ancaman terhadap pelaksanaan pemilu jujur dan adil itu tidak akan efektif. Menurut dia, sulit menaruh kepercayaan terhadap lembaga persidangan selain MK.
Kalau memang MK merasa keberatan dengan banyaknya permohonan sengketa pilkada yang masuk, maka sistemnya harus diperbaiki, bukan melepas kewenangan tersebut. Menurut dia, sengketa pilkada di MK seperti sengketa pasar, sama seperti gugatan di pengadilan negeri.
"Harusnya perketat lagi proses penyelesaian di tingkat KPU dan bawaslu atau panwaslu, jangan semuanya di bawa ke MK," ujar dia.