Jumat 16 May 2014 16:20 WIB

KB Santa Monica Batal Datangi KPAI

Pelecehan seksual anak (ilustrasi).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pelecehan seksual anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak sekolah Kelompok Bermain (KB) Santa Monica batal mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengklarifikasi kasus pelecehan seksual oleh guru sekolah tersebut terhadap muridnya yang berinisial L (3,5 tahun).

"Iya baru dapat kabar, bahwa mereka tidak jadi ke KPAI karena sedang ada 'visit' (kunjungan atau pemeriksaan) dari kepolisian," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Susanto saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat (16/5).

Susanto mengatakan pihak sekolah Santa Monica sedang terlalu sibuk untuk menerima kunjungan dari kepolisian.

"Lagi ada penyelidikan di sekolah itu dan kemungkinannya terlalu banyak yang harus mereka lakukan," katanya.

Dengan demikian, kata dia, pertemuan antara KPAI dengan pihak Santa Monica dijadwal ulang pada pekan depan.

"Minggu depan kami akan upayakan pertemuan lagi agar informasi yang kami dapatkan sifatnya utuh," ujarnya.

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah berupaya meminta klarifikasi dari pihak KB Santa Monica terkait adanya laporan kekerasan seksual oleh guru kepada murid di sekolah tersebut. Susanto mengatakan pihaknya sudah berusaha datang ke sekolah itu. Tetapi saat itu kepala sekolah dan guru yang diduga melakukan kekerasan seksual kepada murid tidak ada di tempat.

Berdasarkan penuturannya, orang tua korban sebelumnya telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Metro Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya. Setelah orang tua korban melaporkan kasus tersebut ke KPAI, pihaknya langsung menindaklanjuti.

Menurut Susanto, orang tua korban menjelaskan kejadian kekerasan seksual itu dilakukan seorang guru perempuan kepada murid laki-laki berinisial L.

"Tempat kejadian diduga dilakukan di ruang menari yang tidak ada kamera CCTV. Perlakuan guru itu sudah berlangsung selama enam bulan," katanya.

Susanto mengatakan korban kepada orang tuanya menuturkan perlakuan kekerasan seksual itu tidak hanya terjadi sekali. Setelah mendapat laporan dari anaknya, orang tua kemudian berusaha mencari tahu siapa guru yang melakukan tindakan tersebut.

"Orang tua korban kemudian meminta tolong orang tua murid lain untuk memotret guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Setelah melihat foto guru-guru tersebut, korban kemudian menunjuk salah satu guru sebagai pelaku," tuturnya.

Belakangan, kejadian itu membuat korban menjadi trauma bahkan L merasa takut walau sekedar berjalan di depan sekolahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement