Kamis 15 May 2014 22:14 WIB

Pengamat: Wacana Pembentukan Partai Lokal Perlu Dikaji

Sebuah partai lokal di Aceh
Foto: rusdy nurdiansyah
Sebuah partai lokal di Aceh

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Pengamat politik dari Universitas Pattimura Amir Kotarumalos berpendapat wacana pembentukan partai lokal di Maluku perlu dikaji dari berbagai sudut terutama aspek hukum dan politik.

"Wacana pembentukan partai lokal di Maluku perlu dikaji secara profesional dengan melakukan survei atau penjajakan di masyarakat, untuk mengetahui apakah masyarakat menghendaki atau tidak," kata Amir, di Ambon, Kamis.

Ia mengatakan hal itu menanggapi usulan peserta dengar pendapat umum yang diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku.

Dengar pendapat itu bertema" Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Melalui Perubahan UUD NRI Tahun 1945".

Amir sebagai Ketua Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Fisip Unpatti yang juga sebagai narasumber mengatakan, dalam diskusi muncul wacana provinsi Maluku perlu membentuk partai lokal seperti di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, karena partai politik nasional kurang memperhatikan aspirasi dari rakyat di daerah.

"Dalam diskusi disepakati untuk membuat rekomendasi pembentukan partai lokal dan disampaikan ke pemerintah pusat, tetapi banyak peserta yang tidak setuju karena perlu bekerja secara profesional," katanya.

Menurut dia, yang dimaksud dengan kerja profesional, terkait dengan jajak pendapat masyarakat atau melakukan survei apakah masyarakat menghendaki pembentukan partai lokal atau tidak.

"(Menanggapi) wacana yang dilontarkan peserta dalam pertemuan ini untuk pembentukan partai lokal, menurut saya yang pertama dilakukan adalah menjajaki keinginan masyarakat, mengkaji aspek hukumnya, kemudian disampaikan ke parlemen untuk diperjuangkan ke pemerintah pusat. Jadi, tidak langsung rekomendasi begitu saja," ujarnya.

"Saya juga tidak setuju kalau langsung rekomendasi dan banyak teman di PWI Maluku minta agar dipertimbangkan jangan sampai PWI dibawa-bawa, karena masih banyak kepentingan masyarakat yang harus diperjuangkan itu harus direkomendasikan," ucap Amir.

Ia memberikan contoh, rekomendasi percepatan lumbung ikan nasional, partisipasi interest (PI) 10 persen blok Masela, pengelolaan perikanan di daerah ini, regulasinya disusun dengan baik yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat Maluku.

Kalau di Aceh membentuk partai lokal, lanjut Amir itu wajar karena sudah menerapkan otonomi khusus sehingga bisa membuka ruang untuk itu. Begitu pun Papua juga sudah menerapkan otonomi khusus, sehingga kalau membentuk partai lokal bisa saja.

Sedangkan Maluku tidak mempunyai Undang-Undang Otonomi Khusus, kalau ini tidak ada maka apa yang diwacanakan itu bertentangan dengan UU di atasnya yakni UU 32 Tahun 2004 dan bisa saja bertentangan dengan asas negara kesatuan.

"Partai lokal dalam praktiknya sudah seperti negara serikat. Jadi kalau Aceh dan Papua bisa membentuk partai lokal karena memang ada pengecualian," katanya.

"Saya setuju dengan pendapat teman-teman yang lain perlu penjajakan, penelitian dan pendekatan kepada masyarakat untuk mencari tahu apakah masyarakat setuju atau tidak. Ini pekerjaan besar karena kalau direkomendasikan berarti kita atas nama masyarakat dan pertanyaan siapa yang memberi legitimasi kepada kita sebagai wakilnya," ungkap Amir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement