REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2014 berada di bawah target. Dana International Moneter (IMF) menilai Indonesia membutuhkan paket kebijakan makro ekonomi yang dikombinasikan dengan kebijakan yang mendukung adanya pertumbuhan dan mengurangi jumlah pengangguran.
Senior President Representative IMF Benedict Bingham mengatakan, kombinasi antara kebijakan makro ekonomi dan kebijakan yang mendukung adanya pertumbuhan akan membuat Indonesia dapat tumbuh di atas 6 persen. "Kebijakan tersebut juga harus meningkatkan angka tenaga kerja," ujar Bingham, Senin (12/5).
Kebijakan yang mendukung hal tersebut, diantaranya adalah infrastruktur. Bingham mengatakan, kurangnya infrastrukur tak hanya menyebabkan kemacetan, tetapi juga membuat manufaktur di Indonesia tidak dapat berkompetisi dengan manufaktur dari negara lain, seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam. "Indonesia harus dapat memetik keuntungan dari perbaikan ekonomi negara maju. Oleh karena itu, manufakturnya harus dapat bersaing," ujarnya.
Hal kedua, kebijakan yang dibutuhkan adalah reformasi fiskal, terutama di subsidi energi. Ia mengatakan, Pemerintah harus menemukan solusi yang lebih panjang daripada subsidi. "Subsidi tak efisien dan tak tepat sasaran," ujar Bingham. Dengan adanya kebijakan baru, anggaran subsidi dapat dialihkan untuk investasi yang menghasilkan lapangan pekerjaan.
Hal ketiga adalah kebijakan pajak. "Pemerintah harus membuat kebijakan yang membuat semua orang membayar pajaknya," ujarnya. Dengan demikian, APBN akan lebih sehat.
Hal keempat yang dibutuhkan Indonesia adalah kebijakan di sektor investasi. "Indonesia harus memiliki iklim investasi yang dapat diprediksi karena investor menempatkan uangnya untuk jangka panjang," ujarnya. Kebijakan tersebut juga harus sederhana. Ia menilai kebijakan saat ini terlalu rumit sehingga menyulitkan investor baru.
Dalam hal investasi, menurut dia, Indonesia membutuhkan investasi di sektor manufaktur sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja serta investasi di sektor yang menghasilkan barang-barang untuk diekspor. Hal itu harus dilakukan agar ekspor Indonesia tak bergantung pada komoditas.