Ahad 11 May 2014 19:15 WIB

Bukit Jonggol Asri Ajukan Tukar Guling Kawasan Hutan

Rep: meilani fauziah/ Red: Taufik Rachman
Perwakilan PT Bukit Jonggol Asri, Franciskus Xaverius Yohan ditetapkan sebagai tersanggka usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Jumat (9/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Perwakilan PT Bukit Jonggol Asri, Franciskus Xaverius Yohan ditetapkan sebagai tersanggka usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Jumat (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto membenarkan bahwa pernah ada permohonan tukar menukar kawasan hutan dari PT. Bukit Jonggol Asri (BJA). Proses tukar-menukar kawasan hutan bisa dilakukan pada kawasan hutan produksi dengan rekomendasi bupati. Namun ada sederet persyaratan lain yang harus dipenuhi selain hanya mengantongi rekomendasi bupati.

Permohonan tersebut menurut Bambang diajukan pada saat kepemimpinan mantan Menteri Kehutanan, M. Prakosa. Dalam rencana tersebut, sebagian lahan Jonggol akan diubah menjadi kawasan hutan produksi.

Sebelum direstui, beberapa syarat lain harus dipenuhi oleh pemohon. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan menteriKehutanan No.P. 32/Menhut-II/2010 jo. P.41/Menhut-II/2012 tentang Tukar menukar kawasan Hutan. Salah satu yang ditetapkan pada pertauran tersebut yaitu tersedia lahan pengganti. "Jadi tidak hanya berlaku khusus BJA," ujar Bambang akhir pekan ini.

Aturan mengenai luas dan lokasi lahan pengganti juga diatur dengan tegas. Apabila tujuannya untuk kepentingan bisnis, maka luas lahan pengganti yaitu perbandingan 1 : 2 atau dua kali lipat dari lahan yang dimohonkan. Sedangkan lokasi lahan pengganti bisa berada di satu propindi atau dalam satu daerah Aliran Sungai (DAS).

Ketentuan khusus berlaku untuk permohonan tukar-menukar kawasan hutan yang luasnya lebih dari 30 persen dari luas daratan. Dalam kondisi ini, lahan pengganti yang disiapkan menggunakan perbandingan 1:1. "Luas hutan di jawa hanya 22 persen, jadi lahan pengganti harus 1:2. tapi kalau di Kalimantan, lahan pengganti cukup 1:1," kata dia.   

PT. BJA terseret dalam kasus yang menjerat bupati Bogor Rachmat Yasin. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari yang lalu meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah pimpinan PT. BJA ke luar negeri. Pelarangan tersebut untuk Komisaris Utama PT. BJA, Cahyadi Kumala dan Komisaris Perusahaan PT. BJA haryadi Kumala. Surat pencegahan berlaku sejak 8 Mei 2014 dan berlaku hingga enam bulan mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement