REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 karena sampai sekarang tingkat daya saing mereka masih rendah.
"Kondisi itu tampak dari besarnya jumlah tenaga kerja di Jatim di mana mayoritas hanya lulus sekolah dasar," kata Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Jatim, Gantjang Amanullah, di Surabaya, Kamis (8/5).
Ia mengungkapkan, dari 19,885 juta tenaga kerja di Jatim yang lulusan SD ke bawah mencapai 54,13 persen atau 10,338 juta orang, lulusan SLTP 3,477 juta orang (17,86 persen). Lulusan SMA sebesar 2,544 juta orang (12,87 persen), SMK 1,682 juta orang (8,22 persen), serta Perguruan Tinggi mencapai 1,485 juta orang (6,92 persen).
Menurut dia kondisi itu harus diwaspadai dengan segera mengingat penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN hanya beberapa waktu mendatang.
"Kalau sampai tenaga kerja luar negeri mengalahkan tenaga kerja asal Jatim, dapat berpengaruh negatif terhadap perekonomian provinsi ini," katanya.
Dampak berikutnya, menurut Gantjang, kian meningkatnya angka pengangguran di Jatim. Sementara hingga Februari 2014, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di wilayah Jatim mengalami kenaikan walaupun sangat kecil yaitu di kisaran 0,07 persen.
"Hingga Februari 2014, TPT di Jatim mencapai 832.380 orang sedangkan Februari 2013 hanya 808.350 orang," katanya.
Di sisi lain, tambahnya, hal itu ikut dipicu banyaknya sektor ekonomi yang mengalami penurunan penyerapan kerja. Contoh sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan turun sebanyak 270.440 orang, dari 7,601 juta menjadi pada Februari 2013 menjadi 7,330 juta di Februari 2014 atau 3,56 persen.
Sektor industri pengolahan berkurang sebesar 35.807 orang, dari 2,880 juta menjadi 2,844 juta atau sekitar 1,24 persen dan sektor konstruksi turun 6.633 orang dari 1,225 juta menjadi 1,219 juta atau 0,54 persen.
Bahkan, lanjut dia, penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor konstruksi juga mengalami penurunan. Penyebabnya, banyak pekerja bebas di sektor ini pada Februari 2014 masih belum mendapatkan pekerjaan lagi.
"Sementara pekerja di sektor industri pengolahan diduga beralih pada pekerjaan yang bergerak di sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi," katanya.