REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga pekan lalu, tepatnya 18 April 2014, Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap enam oknum polri yang melakukan perampokan. Satu orang warga sipil terlibat, dan satu oknum TNI masih dicari.
Mereka merampok mobil pengantar emas di Tol Jagorawi sekitar pukul 11.00 WIB. Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar mengatakan, ini gejala yang sudah bisa diprediksi.
"Ada kesenjangan di Polri," kata dia, Kamis (8/5).
Pimpinan Polri selalu mengedepankan pengawasan ketat terhadap anggota polisi. Namun, pengawasan itu hanya berlaku bagi polisi berpangkat rendah.
Bambang menilai, dampaknya ialah pelarian bagi anggota berpangkat rendah tersebut. Pengawasan seperti tidak boleh korupsi dan memeras diabaikan karena mereka membandingkan atasannya yang memiliki kecukupan dalam bidang ekonomi.
"Mereka ingin sejahtera seperti atasannya," kata dia.
Pimpinan Polri belum melihat kesenjangan ini. Ada anggotanya yang memang tidak memiliki kesejahteraan di bidang ekonomi. Akibatnya, tindak pidana menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan.
Apalagi, anggota berpangkat rendah tersebut sudah masuk ke dalam lingkaran 'hedonisme hasil dari pandangan mereka kepada atasannya.
Bambang mengatakan, perlu ada evaluasi kembali untuk menyejahterakan seluruh anggotanya dengan cara yang adil.
"Ini menyangkut nama baik Polri juga," kata dia.
Pada Rabu (23/4), polisi melakukan oknum polisi Brigadir F, Brigadir J, Brigadir GA, Brigadir BH, Bripda L, Aipda DS, dan warga sipil AS. Sementara, seorang oknum TNI Serka A menjadi buron.
Mereka dicokok di Komplek Timah Kelapa Dua Blok DD No 18A RT 02/12 Kelurahan Tugu, Cimanggis, Depok, sekitar pukul 21.00 WIB.