Senin 05 May 2014 16:50 WIB

Warga Lereng Merapi Trauma Erupsi 2010

Rep: Edy Setyoko/ Red: Julkifli Marbun
Asap sulfatara keluar dari Gunung Merapi saat difoto dari Sabana 1 Gunung Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah, Ahad (27/4).
Foto: Antara/Teresia May
Asap sulfatara keluar dari Gunung Merapi saat difoto dari Sabana 1 Gunung Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah, Ahad (27/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Bencana erupsi Gunung Merapi 2010 silam, sepertinya masih menyisakan trauma bagi masyarakat yang bermukim di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Penetapan status waspada Merapi membikin suasana semakin miris. Apalagi ditambah muncul suara gemuruh dan dentuman berkali-kali, juga membuat warga sulit tidur.

 

Hampir setiap malam, warga usia dewasa berjaga-jaga. Mereka berada di luar rumah, meronda menunggu situasi perubahan perkembangan situasi Gunung Merapi. "Kami tak bisa tidur, takut kejadian Merapi 2010 lalu terulang kembali," Atmo Jumadi (60) warga Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Senin (5/5).

 

Atmo Jumadi mengakui, sejak status Merapi naik waspada, warga kampung, terutama laki-laki dewasa memilih meronda sambil mengamati kondisi perubahan gunung. Terlebih dengan suara gemuruh dan dentuman setiap pagi, siang hingga malam. Warga juga telah bersiap diri bila sewaktu-waktu harus mengungsi. Sebagian di antaranya, bahkan sudah menyimpan surat-surat penting dalam satu tempat.

 

"Warga siap mengungsi kalau sewaktu-waktu Merapi meletus. Pak RT, Pak RW dan Pak Kadus (Kepala Dusun) juga sudah menentukan titik kumpul, untuk diangkut ke tempat pengungsuan," tambah Karto Sumadi (63).

 

Kewaspadaan warga saat ini, beda dengan saat bencana erupsi 2010 lalu. Waktu itu, banyak masyarakat di lereng Gunung Merapi enggan mengungsi meski diminta pemerintah.  Sebagian warga mempunyai kepercayaan, bila Merapi meletus akan memberikan tanda tersendiri. Hampir di setiap desa di Kecamatan Selo, masyarakat mempunyai kepercayaan sendiri terkait dengan keyakinan tersebut.

 

Ternyata keyakinan tersebut meleset, Gunung Merapi memuntahkan banjir erupsi begitu dahsyat. Warga sontak panik, lantaran tanpa persiapan mengungsi. Pengalaman bencana erupsi empat tahun lalu, membuat warga semakin waspada.

 

Minim Sosialisasi

Sayangnya, saat ini sosialisasi kondisi Merapi sangat minim. Ini terbukti masih banyak warga yang nekat melakukan aktivitas meladang di puncak sekitar tiga kilometer. Status waspada masih diabaikan warga.

 

Mujiyanto, anggota Jalin Gunung Merapi, mengungkapkan, hingga saat ini belum ada tindakan serius dari pemerintah daerah terkait dengan status waspada Merapi. Mestinya, pemkab segera melakukan tindakan terkait kenaikan status gunung. Sosialisasi yang dilakukan masih minim. Padahal, BPPTK sudah memberikan rekomendasi agar segera melakukan sosialisasi.

 

Jalin Gunung Merapi juga menyayangkan Pemkab Boyolali belum memiliki peta daerah rentan awan panas bila Gunung Merapi meletus. "Pemkab harusnya memiliki peta daerah rentan ancaman awan panas. Kemarin ada rapat di BPPTK, pejabat Pemkab Boyolali tidak ada yang hadir. Padahal, Kita ada di KRB (Kawasan Rawan Bencana) 3," kata Mujiyanto.

 

Seperti diketahui, sejumlah warga masih melakukan aktivitas didekat Gunung Merapi. Seperti dilakukan Rabani, warga Samiran, Selo, misalnya. Dia bersama beberapa warga lain masih mencari rumput di ladang yang jaraknya hanya dua kilometer dari Pasar Bubar. Lokasi ini hanya berjarak tiga kilometer dari puncak Merapi.

 

Menurut Rabani, tetap melakukan aktivitas meladang meski status waspada Merapi. Hanya saja, mereka lebih berhati-hati dan tidak mendekat ke puncak Merapi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement