REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebebasan pers di Indonesia menjadi perubahan paling mencolok yang disaksikan Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan ASEAN, Mark Canning, dalam diskusi bertema "The Journey to Media Freedom in Indonesia", pekan ini. Acara itu digelar untuk menyambut Hari kebebasan Pers 2014.
"Saya meninggalkan Indonesia 1997 dan 1998 Soeharto lengser. Sekarang saya di sini bisa melihat apa yang berubah dan tidak. Yang paling berubah adalah kebebasan pers," kata Canning.
Sang dubes pun menuturkan sejumlah pengalamannya selama bertugas di Zimbabwe, Myanmar, dan Indonesia.
Canning mengingatkan, kebebasan harus selalu diiringi dengan tanggung jawab. "Anda harus melaporkan seakurat mungkin. Namun, menurut saya Indonesia membuat kemajuan. Saya percaya, ada banyak wartawan yang luar biasa," katanya.
Soal mutu berita, ia yakin bahwa pembaca akan memilih pemberitaan seimbang. Pembaca, katanya, akan mampu memilah-milah mana berita yang bagus dan tidak.
Media juga memerlukan regulasi kebebasan pers tanpa ada unsur campur tangan pihak luar. "Hal lainnya adalah soal undang-undang pers. Jika Anda tidak menyusunnya sendiri, maka akan ada pihak lain yang melakukannya," ujar dia.
Masalah keterlihatan pemerintah dan pers dalam menyusun regulasi media menjadi salah satu isu yang diperdebatkan di Inggris sendiri. Poin lain yang juga menjadi sorotan adalah peran para pemilik media.
"Saya rasa isu terkait pemilik media tidak hanya ada di Indonesia, namun juga ada di mana-mana termasuk Inggris," kata Canning. "Terlepas dari tantangan yang ada, apa yang Anda lakukan di Indonesia mengagumkan."
Sementara Ben Bland dari Jakarta Foreign Correspondent Club (JFCC) menilai, dibandingkan dengan negara lain di kawasan, Indonesia cukup menonjol karena mempunyai kondisi media yang cukup terbuka, bebas, dan dinamis. Tidak sedikit negara yang memberlakukan perizinan secara khusus kepada jurnalis dalam bertugas, seperti di Vietnam.
Eko Maryadi dari Aliansi Jurnalistik Independen menekankan pentingnya pelatihan jurnalistik bagi para wartawan muda. Menurut Eko, tak semua media memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan kode etik jurnalistik kepada para wartawannya.