REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menilai saat ini bukan lagi zamannya pendidikan diwarnai dengan tindakan kekerasan. Hal ini menyusul kasus penganiayaan yang berujung pada meninggalnya siswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) pada pekan lalu.
“Kalau semi militer bukan berarti tidak boleh. Yang tidak boleh itu kan yang tidak terukurnya,” katanya, Selasa (29/4).
Ia mengatakan, STIP yang merupakan sekolah kedinasan dan berada di bawah Kementerian Perhubungan harus tetap mengacu pada prinsip dan nilai akademis. Jangan sampai sekolah tidak patuh pada nilai akademis, termasuk melakukan tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama pendidikan.
“Dia (STIP) tetap harus ikut kaidah-kaidah dunia pendidikan. Salah satu diantaranya tidak boleh berlaku kekerasan dan plonco-ploncoan,” katanya.
Mendikbud meminta agar ada tindakan tegas dari Kementerian Perhubungan dan aparat keamanan, serta pihak sekolah. Bahkan, ia membuka kemungkinan untuk mengambil alih sekolah atau menutup sama sekali jika perbaikan tidak dilakukan.
Ia mengatakan Kemendikbud memberikan kewenangan kepada Kemenhub untuk mendirikan STIP. Kewenangan itu bisa saja dicabut. Apalagi jika STIP tidak sanggup memperbaiki kondisi internal, bukan tak mungkin Kemendikbud mengambil alih.
“Kalau orangnya nggak sanggup perbaiki, kalau nggak bisa membereskan, ya kita ambil alih,” ancam Mendikbud.
Nuh juga meminta agar tindakan kriminal yang dilakukan harus diberikan sanksi tegas. Untuk siswa yang melakukan tindakan tersebut harus dikeluarkan, sedangkan bagi penyelenggara seperti pimpinan sekolah harus ikut bertanggung jawab. Kalau tidak mau bertanggung jawab, ia pun mengancam menutup sekolah tersebut.
“Kita komunikasikan dengan Kemenhub untuk terus diusut. Jangan ragu-ragu bagi mereka yang terlibat itu harus di-cut dan diberikan sanksi seberat-beratnya. Sama sekali tidak dibenarkan menyimpan kegiatan yang mengarah pada kekerasan anarkis yang berujung sampai meninggal dunia,” katanya.