Selasa 29 Apr 2014 14:01 WIB

Komite Tolak Kapitalisasi Tambang dan Proyek MP3EI

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Julkifli Marbun
Truk tambang di lereng Merapi
Truk tambang di lereng Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komite yang merupakan gabungan dari Forum Sekolah Bersama, Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, LPM Ekspresi, SMI, PPI, Social Movement Institute, IKEMAP-Halteng dan Perempuan Mahardhika) menolak kapitalisasi tambang dan proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).

"Kalau di Yogyakarta  kami menolak  pembangunan bandara dan penambangan pasir besi di Kabupaten Kulonprogo," kata Koordinator Lapangan Komite Tolak Tambang Anti Rakyat dan MP3EI Rifat Arif, di luar Halaman Gedung DPRD DIY, Selasa (29/4).

Ke depan, kata dia, tanah di pesisir selatan akan dijadikan wilayah industri. Padahal masyarakat di pesisir pantai selatan merupakan masyarakat agraris. Seperti halnya di Kulonprogo dengan adanya penambangan pasir besi merupakan penghancuran sistem produksi agraris dan  merusak ekologi lingkungan. Masyarakat petani akan berbondong-bondong menjadi buruh.

Para peserta aksi yang hanya berjumlah belasan orang tersebut membawa spanduk dan poster yang bertuliskan antara lain: "Komite tolak tambang anti rakyat dan MP3EI lawan kapitalisme tambang dan lawan pemerintah yang anti pro tambang", "Tolak intelektual yang pro terhadap tambang".

Lebih lanjut Rifat mengatakan hubungan antara tambang dan MP3EI sangat menguntungkan mereka terutama korporasi tambang. Pengelolaan tambang oleh pengusaha tambang sudah banyak merampas hak rakyat .Selama ini perusahaan tambang langsung mengekspor keluar hasil tambang mentah.

Sehingga keuntungan mereka berlipat. Sumber daya alam tambang yang melimpah ruah di negeri ini seharusnya menjadi salah satu potensi strategis untuk menyejahterakan rakyat bukan menjadi petaka bagi rakyat Indonesia.

Menurut dia, rakyat telah jenuh dan marah dengan kondisi ini. Perlawanan rakyat terus muncul hingga menelan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit Bontokatute, Kulonprogo, Weda, Halmahera Tengah, Kebumen, Bima, Poso, Palu, Samarinda, Namlea, Papua dan Kao, Malifut.

Masyarakat kemudian mengorganisasi diri dalam organisasi yang dibentuk sendiri; berjuang untuk melawan. PPLP Kulonprogo menegaskan bertani adalah harga diri dengan slogan "Bertani atau Mati".

Sehubungan dengan hal itu Komite Tolak Tambang  dan Proyek MP3EI menuntut antara lain: nasionalisasi tambang swasta dan asing sebagai solusi bukan smenterisasi, tolak proyek MP3EI, land reform sebagai solusi bukan MP3EI, hentikan pelanggaran HAM dan perampasan tanah terhadap rakyat yang melawan tambang dan MP3EI, cabut UU PMA, UU Pengadaan Tanah, UU Minerba, PP 32 tahun 2011 tentang MP3EI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement