Ahad 27 Apr 2014 17:30 WIB

REI: RUU Pertanahan Harus Ikuti Perkembangan Zaman

Rep: M Akbar/ Red: Hazliansyah
RUU Pertanahan. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsudin mengikuti rapat kerja bersama Komisi 2 DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/12). Rapat kerja ini terkait penyampaian keterangan pemerintah dan penyerahan DIM RUU Pertanahan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
RUU Pertanahan. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsudin mengikuti rapat kerja bersama Komisi 2 DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/12). Rapat kerja ini terkait penyampaian keterangan pemerintah dan penyerahan DIM RUU Pertanahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI), Eddy Hussy, menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang kini masih menjadi bahan pembahasan di Komisi II DPR RI, harus dipertegas. Banyak hal yang menimbulkan kebingungan, terlebih bagi para pengusaha pengembang perumahan di Indonesia.

''RUU Pertanahan ini juga harus mengikuti perkembangan zaman. Ada beberapa hal yang di dalamnya (RUU) tidak applicable,'' kata Eddy dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta. 

Saat ini DPR RI dan Pemerintah sedang menggodok RUU Pertanahan. Salah satu hal yang akan diatur adalah pembatasan hak guna bangunan untuk kawasan perumahan, perhotelan, dan kawasan industri. 

Kawasan perumahan dibatasi maksimal 200 hektare, kawasan perhotelan maksimal 100 hektare, dan kawasan industri tidak boleh lebih dari 200 hektare.

Eddy mengatakan, luas kawasan perumahan yang dibatasi 200 hektare --sesuai dengan wacana yang tertuang dalam RUU Pertanahan-- semestinya tidak dibatasi. 

''Kami sebagai pengembang, pembangunan kita lebih besar dari pemerintah. Pemerintah bangun fasilitas umum, kita juga lebih besar dari pemerintah,'' katanya. ''Mau besar atau kecil ukuran lahan itu, biar ditentukan pasar,'' sambung Eddy kembali. 

Eddy menyarankan, penentuan luasan lahan semestinya juga harus melibatkan pemerintah daerah. Otonomi daerah, lanjutnya, juga memiliki aturan-aturan tersendiri yang tentunya memiliki benefit di daerahnya masing-masing. 

''Bisa saja (luasan lahan) diberikan ke pemerintah daerah yang sekarang masing-masin ingin mengembakan daerah mereka masing-masing dengan baik. Jadi rasanya 200 hektare itu harus dipertimbangkan,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement