Ahad 27 Apr 2014 18:15 WIB

KPS Dinilai Jadi Alternatif Pembangunan Infrastruktur

Seorang pekerja di sebuah proyek infrastruktur
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Seorang pekerja di sebuah proyek infrastruktur

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Pengamat Ekonomi yang juga sekaligus tenaga pengajar ekonomi Universitas Bengkulu Dra Purmini, M,Sc menilai kerjasama pemerintah swasta (KPS) mampu menjadi alternatif terbaik guna percepatan pembangunan infrastruktur.

"Pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya yang sangat besar, maka kita berharap Pemerintah Provinsi Bengkulu mulai mengusahakan KPS, buruknya infrastruktur akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi Bengkulu," kata dia di Bengkulu, Minggu.

Dia mengatakan, sistem berbasis KPS tersebut telah banyak diterapkan di provinsi lain dan terbukti mampu mempercepat pembangunan infrastruktur daerah.

"Jadi Pemda bisa menyerahkan pembangunan infrastruktur yang menarik minat swasta, sehingga Provinsi Bengkulu bisa lebih fokus memperbaiki jalan ke kecamatan-kecamatan yang infrastrukturnya masih kurang baik," kata dia.

Dengan pembenahan sektor infrastruktur, terutama jalan, menurut Purmini, hal tersebut dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi Bengkulu.

"Di Bengkulu ini yang paling krusial sebenarnya infrastruktur, itu yang paling utama, kalau infrastruktur bagus, petani membawa hasil buminya dari lokasi terpencil ke pasar, akan lebih mudah, dan biayanya lebih murah, maupun distribusi barang dan jasa antar daerah serta provinsi juga akan lebih mudah," ucapnya.

Dengan buruknya kondisi jalan menurut dia akan memperbesar biaya jasa distribusi barang, sehingga membuat angka inflasi Provinsi Bengkulu semakin tinggi.

"Tingkat kenaikan harga barang dan jasa (Inflasi) di Provinsi Bengkulu ternyata dari data kementrian adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi nasional," kata Purmini.

Saat ini kondisi infrastruktur di Bengkulu, kata dia, sangat memprihatinkan karena lebih dari 30 persen dalam keadaan rusak, sedangkan infrastruktur merupakan pondasi utama ekonomi kerakyatan.

"Salah satu kerugian lainnya ketika kita melihat sisi infrastruktur, Bengkulu jadi tidak diminati investor," katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bank Indonesia Perwakilan Bengkulu, Piter Abdullah mengatakan, infrastruktur yang tidak mendukung perekonomian akan memacu naiknya angka inflasi di daerah itu.

"Saat ini pertumbuhan ekonomi Bengkulu meningkat, tetapi harus ditahan pada angka enam persen agar tidak berakibat inflasi tinggi, menahan angka pertumbuhan ekonomi karena belum ada dukungan infrastruktur yang baik," kata dia.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, jika dibiarkan tetap tumbuh, makan akan menjadi pertumbuhan ekonomi semu.

"Jika pertumbuhan ekonomi naik, uang yang beredar di Bengkulu juga bertambah banyak, sementara itu distribusi barang kebutuhan serta jasa, terlambat karena infrastruktur belum mendukung, sehingga harga barang akan melonjak, hal ini menyebabkan inflasi, dan berdampak lanjutan dengan inflasi yang lebih besar," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement