Ahad 27 Apr 2014 05:03 WIB

Kasus 'Pedofil' Muara Kaman Menuai Kutukan

pedofilia - ilustrasi
Foto: blogspot.com
pedofilia - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Masih segar dalam ingatan di penghujung Maret 2014 warga Jakarta dihebohkan dengan kasus pencabulan siswa Taman Kanak-kanak di Jakarta International School (JIS) Jakarta Selatan.

Pelecehan seksual yang diduga dilakukan Satpam sekolah itu merupakan kasus pedofilia, karena para pelaku punya kelainan seksual menyukai anak kecil alias pedofilia.

Dalam sepekan terakhir masyarakat Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur juga "digegerkan" dengan terungkapnya kasus pelecehan seksual dan pelakunya adalah guru sekolah dasar (SD).

Kasus pedofilia itu terjadi di sebuah SD di Desa Muara Kaman Ulu, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara. Tercatat empat siswa SD di desa itu menjadi korban pedofilia oknum guru, berinisial JL (37).

Kepolisian Resor (Kapolres) Kutai Kartanegara kemudian menetapkan seorang oknum guru SD di Kecamatan Muara Kaman berinisial JL sebagai tersangka terkait kasus pedofilia.

Kapolres Kutai Kartanegara AKBP Abdul Karim mengatakan oknum guru berinisial JL tersebut dilaporkan oleh seorang pelajar SLTP berinisial Fr yang mengaku menjadi korban pencabulan saat masih duduk di bangku kelas 3 SD.

"Oknum guru itu sudah diamankan sejak Senin (21/4) di Polsek Muara Kaman dan Selasa (22/4) kami tetapkan sebagai tersangka. Karena kasus ini merupakan kasus menonjol apalagi korbannya anak di bawah umur sehingga saya perintahkan agar proses penyidikan dilakukan di Polres," kata Abdul Karim.

Penahanan dan penetapan JL sebagai tersangka berdasarkan laporan korban bersama barang bukti serta keterangan sejumlah saksi.

Kasus ini baru dilaporkan orang tua korban kemarin (Senin) dan okum guru diduga pelaku pedofilia itu langsung ditahan.

"Berdasarkan laporan korban melalui orang tua korban serta barang bukti ditambah keterangan sejumlah saksi, maka JL terindikasi melakukan pelecehan seksual namun kami belum bisa menyimpulkan secara pasti, sebab belum ada keterangan lebih jauh dari tersangka," katanya.

Pada Rabu (23/4) penyidik Polres Kutai Kertanegara memeriksa tersangka akan. Oknum guru tersebut dijerat pasal pencabulan dan Undang-undang perlindungan anak.

Namun polisi belum bisa memastikan apakah dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru tersebut berlangsung saat korban masih duduk di kelas 3 SD, karena baru mendapat keterangan dari saksi dan korban.

"Kami belum bisa menyimpulkan lebih jauh sebab baru mendapatkan keterangan dari korban dan saksi dan yang pasti kami tetap menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah," kata Abdul Karim.

Kasus pelecehan seksual terhadap siswa SD di Muara Kaman Ulu itu mengundang keperihatinan Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kutai Kartanegara.

Ketua P2TP2A Kutai Kertanegara Rinda Desianti membenarkan adanya kasus pedofilia yang melibatkan oknum guru SD di Kecamatan Muara Kaman tersebut.

Rinda Desianti mengaku telah mendapat laporan dari orang tua korban yang telah melaporkan kasus itu ke Polsek Muara Kaman sejak 8 April 2014.

"Kasus itu sudah dilaporkan sejak 8 April, kemudian saya mengecek ke unit PPA Polres Kutai Kartanegara pada 9 April 2014 dan dibenarkan bahwa kasus tersebut telah ditangani Polsek Muara Kaman," kata Rinda Desianti.

Menurut dia, korban mengalami kekerasan seksual ketika di kelas 3 SD dan saat ini korban sudah kelas VII di salah satu SMP di Muara Kaman.

"Berdasarkan informasi dari relawan kami di Kecamatan Muara Kaman, ada upaya damai terhadap kasus itu. Kami sangat menentang upaya tersebut sebab kasus pedofilia ini berdampak trauma dan insiden buruk bagi korban," ujarnya.

Selain itu, katanya, juga bisa menimbulkan persepsi bahwa melakukan pedofilia itu tidak apa-apa karena bisa dimediasi.

Modus operandi kasus pelecehan seksual itu dilakukan dengan mengancam korban tidak akan diluluskan ujian nasional jika membuka mulut. Pelaku juga dan mengancam akan menyebarkan foto setengah telanjang mereka.

"Kasus pencabulan anak di bawah umur ini terjadi pada Juni 2013. Semua korban duduk di kelas VI SD yang akan ikut Ujian Nasional, kata Abdul Karim.

Pelaku melaksanakan aksi bejatnya di toilet sekolah, ruang usaha kesehatan sekolah (UKS) dan rumah pelaku.

Tersangka pelaku pelecehan seksual itu diamankan dan diancam Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp300 juta.

Terungkapnya kasus pelecehan seksual yang melibatkan oknum guru itu menyebabkan Bupati Kertanegara Rita Widyasari geram dan mengutuk tersangka pelaku pedofilia yang terjadi di salah satu SD di Desa Muara Kaman Ulu, Kecamatan Muara Kaman.

"Ini mencoreng dunia pendidikan kita, apalagi pelakunya oknum guru yang semestinya mendidik dan menjadi panutan," ujarnya.

Ia mengatakan kasus tersebut tentunya menjadi pelajaran bahwa ada orang-orang yang berprilaku menyimpang ada di mana saja. Untuk itu para orang tua harus waspada dan melindungi anak-anak mereka.

Rita mengatakan, agar tidak terjadi peristiwa itu lagi tentunya perlu pengawasan semua pihak baik pendidik, orang tua atau keluarga, maupun aparat setempat.

Terkait kasus pedofilia itu, kata Rita Widyasari, Pemkab akan mengevaluasi ulang guru-guru di Kutai Kertanegara, dengan melakukan tes psikologi untuk para pendidik. Selain itu juga akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan kepatutan bagi guru-guru non PNS.

"Jadi tidak mudah untuk menjadi guru, perlu melalui berbagai test termasuk psikologi. Ini juga merupakan bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi kita," katanya.

Terkait dengan kasus pedofilia tersebut, Bupati perempuan pertama di Provinsi Kalimantan Timur mengatakan akan mengevaluasi kinerja unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Disdik di kecamatan Muara Kaman dan pengawas Sekolah.

Dia juga meminta agar Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BKBP3A) yang melakukan pendampingan terhadap ibu dan anak terus meningkatkan kapasitasnya.

Sementara untuk para orang tua, Rita Widyasari meminta agar meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak mereka, dan jangan hanya berharap pada pemerintah atau pihak sekolah, karena terbatasnya jam kerja.

Ia juga berharap para ketua rukun tetangga (RT) harus meningkatkan perannya dalam mengawasi warga. Jika ada kejadian yang menyimpang lainnya, siapa saja pelakunya harus cepat melapor dan jangan ditutup-tutupi.

Ganjaran setimpal

Ditanya mengenai hukuman apa yang cocok buat pelaku pedofilia tersebut, Rita Widyasari menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwajib untuk diberi ganjaran yang setimpal.

Kasus pedofilia yang terjadi di sebuah SD di Desa Muara kaman itu menyebabkan Bupati Kutai Kertanegara geram dan mengutuk oknum guru yang menjadi pelaku pelecehan seksual itu.

"Kalau saya ketemu orangnya (pelaku fedofilia) mau saya tempeleng dia," ujar Rita Widyasari.

Tak hanya Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari yang geram dengan kasus pelecehan seksual terhadap siswa SD itu, anggota DPRD Kalimantan Timur juga geram atas perbuatan oknum guru itu.

Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur Lelyanti Ilyas mengatakan kasus pencabulan yang menimpa siswa sebuah SD di Kabupaten Kutai Kertanegara menjadi tamparan dunia pendidikan, karena pengawasan sekolah terhadap anak didik jadi sorotan utama.

"Saya sangat miris mendengar kasus ini. Bayangkan, pelaku adalah gurunya sendiri, terlebih aksi tidak terpuji itu dilakukan di lingkungan sekolah, guru seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi siswanya, bukannya justru tega melakukan hal demikian," katanya.

Ia mengatakan, orang tua selalu percaya penuh terhadap keamanan anaknya di sekolah dengan harapan putra-putrinya bisa menjadi generasi penerus bangsa di masa depan dengan bimbingan para pengajar terpercaya, dicederai oleh aksi oknum guru tersebut.

Dia meminta penegak hukum agar pelaku ditindak tegas, dihukum seberat-beratnya dengan proses yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

Ini dimaksudkan agar memberikan efek jera untuk menghindari terjadinya kasus serupa.

"Dunia pendidikan di Kaltim harus berbenah karena setidaknya ada tiga pilar dalam menciptakan tenaga pengajar yang profesional serta sarana dan prasarana yang memadai, yakni infrastruktur, peningkatan sumber daya manusia bagi para pengajar atau guru.

Menurut dia, yang tidak kalah pentingnya adalah seleksi psikologi bagi mereka. Jangan terima guru yang punya sejarah tidak bagus.

Lelyanti mengatakan, pemerintah memang telah berupaya memenuhi sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan melakukan peningkatan sertifikasi tenaga pengajar.

Namun, kata dia, yang kurang diperhatikan adalah bagaimana kondisi psikologisnya. Padahal kondisi psikologis yang stabil berpengaruh besar terhadap proses belajar mengajar yang maksimal.

"Bagi korban, akan menimbulkan trauma mendalam, sehingga perlu penanganan intensif baik penyembuhan fisik terlebih mental mereka," kata Lelyanti.

Kutai Kertanegara merupakan salah satu "grand design" kabupaten layak anak, seharusnya mampu menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam hal pemberian hak-hak anak. Dengan terjadinya kasus ini tentu menjadi pertanyaan sejauh mana pelaksanaan program tersebut di lapangan.

Politikus PKS itu menjelaskan dengan anggaran pendapatan Kaltim umumnya dan Kutai Kertanegara khususnya, sebenarnya bisa melakukan tes evaluasi terhadap seluruh tenaga pengajar yang ada baik telah yang berstatus PNS maupun honorer.

"Dalam hal ini bukan meragukan kapabilitas, tapi menghindari terulangnya kasus yang sama," kata Lelyanti Desianti.

Menurut dia, Dinas pendidian bisa melakukan program-program jangka pendek dan jangka panjang terutama terhadap pendidikan seks bagi anak sejak usia dini yang tentu melibatkan para orang tua hingga bagaimana melakukan tes berkala terhadap para pengajar.

Sejatinya kasus pelecehan seksual dengan korban para siswa memunculkan kegalauan. Perbuatan oknum guru yang seharusnya menjadi pelindung para siswanya jutsru berbuat tidak senonoh. Ibarat pagar makan tanaman. (Masnun Masud)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement